PERKEMBANGAN, PENGUNGKAPAN & PELAPORAN
KEUANGAN PERUSAHAAN SEBELUM DAN SETELAH PENERAPAN INTERNATIONAL
FINANCIAL REPORTING STANDARD (IFRS)
A. International Financial reporting Standard (IFRS)
Di
era globalisasi yang ditandai dengan banyak munculnya perusahaan multinasional
kebutuhan akan standar akuntansi internasional memang mutlak diperlukan.
Pelaporan keuangan transnasional mensyaratkan perusahaan harus memahami praktik
akuntansi ditempat perusahaan tersebut berkedudukan. Ketika dunia bisnis dapat
dikatakan hampir tanpa batas negara, sumber daya produksi (misal uang) yang
dimiliki oleh seorang investor di satu negara tertentu dapat dipindahkan dengan
mudah dan cepat ke negara misalnya melalui mekanisme bursa saham. Tentu saja
akan timbul suatu masalah ketika standar akuntansi yang dipakai di negara
tersebut berbeda dengan standar akuntansi yang dipakai di negara lain. Investor
dan kreditor serta calon investor dan calon kreditor akan menemui banyak
kesulitan dalam memahami laporan keuangan yang disajikan dengan standar yang
berbeda-beda. Hal tersebut diatas yang mendorong timbulnya standar akuntansi
internasional (IFRS) yang dirumuskan oleh IASB (International Accounting
Standard Board).
IFRS
adalah standar, interpretasi dan kerangka dasar penyusunan dan penyajian
laporan keuangan (dengan tidak adanya standar atau interpretasi) yang diadopsi
oleh dewan standar akuntansi internasional. Di sisi lain IFRS adalah suatu
upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka
panjang terhadap kurangnya transparansi keuangan (Dewangga, 2010). Struktur IFRS (International Financial
Reporting Standarts) mencakup : (1) International Financial Reporting Standards (IFRS) yaitu
standar yang diterbitkan setelah tahun
2001. (2) International Accounting Standards (IAS) yaitu standar yang diterbitkan sebelum
tahun 2001. (3) Interpretations yang diterbitkan oleh International Financial Reporting Interpretations
Committee (IFRIC) yakni setelah tahun 2001. (4) Interpretations yang
diterbitkan oleh Standing
Interpretations Committee (SIC)
yakni sebelum tahun 2001.
Tujuan
IFRS adalah memastikan bahwa laporan keuangan interim perusahaan untuk
periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan, mengandung
informasi berkualitas tinggi yang transparan bagi para pengguna dan dapat
dibandingkan sepanjang peiode yang disajikan, menyediakan titik awal yang
memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS, dan memberikan manfaat
untuk para pengguna yang lebih besar dari biaya yang dikeluarkan.
IFRS
sebagai standar akuntansi di Indonesia diharapkan dapat memberikan kontribusi
dan manfaat, diantaranya: (1) Peningkatan daya banding laporan keuangan dan
memberikan informasi yang berkualitas di pasar modal internasional; (2) Menghilangkan
hambatan arus modal internasional dengan mengurangi perbedaan dalam ketentuan
pelaporan keuangan; (3) Mengurangi biaya pelaporan keuangan bagi perusahaan
multinasional dan biaya untuk analisis keuangan bagi para analis; (4)
Meningkatkan kualitas pelaporan keuangan menuju “best practice”.
IFRS
sendiri digunakan di banyak bagian dunia, termasuk Uni Eropa, Hong Kong,
Australia, Malaysia, Pakistan, negara-negara Gulf Cooperation Council (GCC),
Rusia, Afrika Selatan, Singapura, dan Turki. Lebih dari 113 negara di seluruh
dunia, termasuk seluruh Eropa, saat ini membutuhkan pelaporan berdasarkan IFRS.
Sekitar 85 negara membutuhkan IFRS pelaporan untuk semua perusahaan domestik
yang terdaftar.
IFRS
bertugas untuk mengatur standar
pelaporan akuntansi untuk semua negara di seluruh dunia. Standar
Akuntansi Internasional (International
Accounting Standards/IAS) disusun oleh empat organisasi utama dunia yaitu Badan Standar Akuntansi
Internasional (IASB), Komisi Masyarakat
Eropa (EC), Organisasi Internasional Pasar Modal (IOSOC), dan Federasi Akuntansi Internasioanal (IFAC).
Secara
garis besar ada empat (4) hal pokok yang diatur dalam standar akuntansi. (1)
Berkaitan dengan definisi elemen laporan keuangan atau informasi lain yang
berkaitan. Definisi digunakan dalam standar akuntansi untuk menentukan apakah
transaksi tertentu harus dicatat dan dikelompokkan ke dalam aktiva, hutang, modal,
pendapatan dan biaya. (2) Berkaitan dengan pengukuran dan penilaian. Pedoman
ini digunakan untuk menentukan nilai dari suatu elemen laporan keuangan baik
pada saat terjadinya transaksi keuangan maupun pada saat penyajian laporan
keuangan (pada tanggal neraca). (3) Yang dimuat dalam standar adalah pengakuan,
yaitu kriteria yang digunakan untuk mengakui elemen laporan keuangan sehingga
elemen tersebut dapat disajikan dalam laporan keuangan. (4) Berkaitan dengan
penyajian dan pengungkapan laporan keuangan. Komponen keempat ini digunakan
untuk menentukan jenis informasi dan bagaimana informasi tersebut disajikan dan
diungkapkan dalam laporan keuangan. Suatu informasi dapat disajikan dalam badan
laporan (Neraca, Laporan Laba/Rugi) atau berupa penjelasan (notes) yang
menyertai laporan keuangan.
Suatu
perusahaan akan memiliki daya saing yang lebih besar ketika mengadopsi IFRS
dalam laporan keuangannya. Penerapan standar akuntansi yang sama di seluruh
dunia juga akan mengurangi masalah-masalah terkait daya banding (comparability) dalam pelaporan
keuangan. Adanya kebijakan ini pihak yang paling diuntungkan sudah jelas yaitu
investor dan kreditor transnasional serta badan-badan internasional. Tidak
mengherankan, banyak perusahaan yang telah mengadopsi IFRS mengalami kemajuan
yang signifikan saat memasuki pasar modal global.
Sedangkan
manfaat dari adanya suatu standard global :
1. Pasar modal menjadi global dan modal
investasi dapat bergerak di seluruh dunia tanpa
hambatan berarti. Standar pelaporan keuangan berkualitas tinggi yang
digunakan secara konsisten di seluruh dunia akan memperbaiki efisiensi alokasi
lokal.
2.
Investor dapat membuat keputusan yang
lebih baik.
3. Perusahaan-perusahaan dapat memperbaiki
proses pengambilan keputusan mengenai merger dan akuisisi.
4. Gagasan terbaik yang timbul dari
aktivitas pembuatan standard dapat disebarkan dalam mengembangkan standard
global yang berkualitas tertinggi.
Dengan adanya
standar global tersebut, memungkinkan perbandingan dan pertukaran informasi
secara universal.
Kewajiban
untuk menggunakan IFRS bagi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di bursa efek
(listed companies) merupakan salah satu perubahan paling signifikan
dalam sejarah regulasi akuntansi (Daske dkk., 2008). Telah lebih dari 100
negara mengadopsi IFRS. Regulator berharap bahwa penggunaan IFRS dapat
meningkatkan komparabilitas laporan keuangan, meningkatkan transparansi
perusahaan dan kualitas pelaporan keuangan sehingga menguntungkan investor.
Pada
kenyataannya, pelaksanaan IFRS tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Ada
beberapa kendala maupun tantangan yang dihadapi dan masalah ini berbeda
disetiap negara. Kartikahadi (2012) menyatakan permasalahan yang dihadapi
Indonesia diantaranya adalah frekuensi perubahan IFRS yang relatif sering
melakukan revisi atas standar yang dikeluarkannya. Sedangkan perlu waktu dan
uang yang cukup untuk memahami dan mengaplikasikan sebuah standar akuntansi.
IFRS menjadi sebuah tantangan baik dalam hal tantangan budaya, politik, dan
hukum(Rezaee,dkk.,2010). Tantangan utama dari mengadopsi IFRS adalah biaya yang
berkaitan dengan adopsi. Ini meliputi biaya untuk pelatihan staff/pendidikan
dan penerapan informasi sistem teknologi.
B. Tonggak Sejarah IFRS di Indonesia
Sebelum
berlakunya konvergensi IFRS standar akuntansi di Indonesia menggunakan US GAAP
yang dirumuskan oleh FASB. US GAAP merupakan standar berbasis aturan (rules based). Standar yang berbasis
aturan ini akan meningkatkan konsistensi dan keterbandingan antar perusahaan
dan antar waktu, namun disisi lain tidak relevan karena ketidakmampuan standar
untuk merefleksikan kejadian ekonomi entitas yang berbeda antar perusahaan dan
antar waktu. Standar dengan basis aturan menjadi cikal bakal munculnya
aturan-aturan akuntansi baru untuk industri tertentu, misalnya akuntansi
penyelenggaraan jalan tol, akuntansi koperasi, akuntansi perbankan akuntansi
kehutanan. Secara prinsip sebetulnya terdapat kesamaan standar akuntansi
terutama aturan pengakuan pendapatan dan pengakuan asset. Semakin banyak
aturan-aturan baru yang muncul melengkapi standar yang telah ada justru semakin
menjadi celah kelemahan aturan tersebut, jika kondisinya seperti itu maka
semakin rawan terjadi pelanggaran. Dan hal ini memberikan kesempatan bagi
manajemen melakukan smoothing income yang memicu munculnya manajemen laba.
Auditor pun menjadi lebih sulit menolak manipulasi yang dilakukan oleh
manajemen ketika ada aturan detail yang menjustifikasinya.
Dewasa
ini Indonesia sebagai salah satu Negara G-20 juga telah memutuskan untuk
konvergensi ke IFRS. Konvergensi sendiri berarti to become similar or the
same. Dengan demikian konvergensi ke IFRS dapat diartikan membuat standar
akuntansi suatu Negara sama dengan IFRS (Kartikahadi, 2010). Konvergensi
standar akuntansi standar akuntansi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : (1)
Adopsi (mengambil langsung dari IFRS), dan (2) Harmonisasi merupakan proses
untuk meningkatkan komparabilitas (kesesuaian) praktik akuntansi dengan
menentukan batasan-batasan seberapa besar praktik tersebut dapat beragam.
Standar harmonisasi bebas dari konflik logika dan dapat meningkatkan daya
banding informasi keuangan yang berasal dari berbagai negara. Secara sederhana harmonisasi
dapat diartikan bahwa suatu negara tidak mengikuti sepenuhnya standar yang
berlaku secara internasional. Negara tersebut hanya membuat agar standar
akuntansi yang mereka miliki tidak bertentangan dengan standar akuntansi
internasional.
Mengingat
standar akuntansi tidak terlepas dari tata hukum, sosial, ekonomi dan budaya
suatu negara maka pengertian konvergensi ke IFRS lebih masuk akal untuk
harmonisasi (Kartikahadi, 2010). Konvergensi standar akan menghapus perbedaan
tersebut perlahanlahan dan bertahap sehingga nantinya tidak akan ada lagi
perbedaan antara standar negara tersebut dengan standar yang berlaku secara
internasional.
Tabel 1
Perkembangan Standar
Akuntansi Keuangan di Indonesia
Zaman
Kolonial
(1602-1799)
|
Zaman
Penjajahan
Belanda
(1800-1942)
|
Zaman
Penjajahan
Jepang
(1942-1945)
|
Zaman
Kemerdekaan
(1945-Sekarang)
|
Pencatatan
Sederhana
|
Pencatatan
debit
dan
kredit
|
Pencatatan
debit
dan kredit (tidak ada perubahan)
|
Harmonisasi
ke standar
Akuntansi
internasional
(IFRS)
|
Dampak konvergensi IFRS terhadap bisnis :
a. Akses ke pendanaan
internasional akan lebih terbuka karena laporan keuangan akan lebih mudah
dikomunikasikan ke investor global.
b. Relevansi laporan keuangan
akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar.
c. Kinerja keuangan (laporan
laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harga fluktuatif.
d. Smoothing income menjadi
semakin sulit dengan penggunakan balance sheet approach dan fair value
e. Principle-based
standards mungkin menyebabkan keterbandingan laporan keuangan sedikit
menurun yakni bila penggunaan professional judgment ditumpangi dengan
kepentingan untuk mengatur laba (earning management)
f. Penggunaan off
balance sheet semakin terbatas
Masuknya IFRS di Indonesia akan berdampak positif bagi
perkembangan ekonomi Indonesia, karena Indonesia sudah mau mengikuti negara
lain yang terlebih dahulu menggunakan IFRS. Masuknya IFRS akan berdampak bagi
investor asing yang akan masuk ke Indonesia karena ada standar yang sama
sehingga memudahkan bagi semua pelaku bisnis. Setiap masuknya hal baru pasti
akan ada pro dan kontra, butuh kesiapan dari semua orang yang akan mengikuti
setiap proses berjalannya hal baru itu. Sama seperti masuknya IFRS ke Indonesia
pasti membutuhkan banyak persiapan dan kemauan dari setiap pelaku bisnis,
tetapi ada hal positif yang didapat dengan masuknya IFRS ini karena investor
asing akan semakin senang untuk menanamkan modalnya di indonesia.
Indonesia
adalah negara berkembang yang memiliki banyak perusahaan. Hal ini memberikan
keuntungan bagi investor asing yang akan menanamkan modal. Contoh yang paling
nyata dirasakan adalah jika ada investor asing yang ada di Singapore akan
menanamkan modal di salah satu perusahaan yang ada di Indonesia, maka sang
investor tidak akan merasa kesulitan dalam membaca laporan keuangan yang telah
dibuat oleh perusahaan. Bahasa laporan yang sama antar dunia ini akan
mempermudah sang investor.
Pengadopsian
standar akuntansi internasional ke dalam standar akuntansi domestik bertujuan
menghasilkan laporan keuangan yang memiliki tingkat kredibilitas tinggi,
persyaratan akan item-item pengungkapan akan semakin tinggi sehingga nilai
perusahaan akan semakin tinggi pula, manajemen akan memiliki tingkat
akuntabilitas tinggi dalam menjalankan perusahaan, laporan keuangan perusahaan
menghasilkan informasi yang lebih relevan dan akurat, dan laporan keuangan akan
lebih dapat diperbandingkan dan menghasilkan informasi yang valid untuk aktiva,
hutang, ekuitas, pendapatan dan beban perusahaan (Petreski, 2005).
Merubah
standar akuntansi dari standar domestik menjadi standar internasional bukanlah
sekedar berganti aturan akuntansi semata, tetapi juga berarti perubahan dalam
pola pikir pegawai accounting/keuangan dan bagian lain di perusahaan dalam
bekerja, mereka dituntut untuk mengetahui dan bisa membuat laporan keuangan
berstandard IFRS. Hal ini tentu saja membutuhkan waktu dan usaha yang keras.
IAI
menyatakan bahwa Indonesia akan menerapkan program konvergensi IFRS atau
Indonesian GAAP yang akan dikonvergensikan secara penuh pada tanggal 1 Januari
2012. Hal ini diputuskan setelah melakukan pengkajian dan penelaahan yang
mendalam dengan mempertimbangkan seluruh risiko dan manfaat konvergensi
terhadap IFRS. Menurut Jurnal Akuntan Indonesia (Juni, 2009) :
1. PSAK
50 (revisi 2006) dan PSAK 55 (revisi 2006) yang semula berlaku efektif untuk
periode pada setelah 1 Januari 2009 diubah menjadi 1 Jnauari 2010.
2. PSAK
50 mengacu pada IAS 32 (revisi 2005), mengenai instrument keuangan, penyajian
dan pengungkapan.
3. PSAK
55 mengacu pada IAS 39 (revisi 2005), mengenai instrument keuangan pengakuan
dan pengukuran.
C. Pengungkapan Pelaporan
Keuangan Perusahaan Sebelum dan Setelah IFRS
Dalam
dunia bisnis, pelaporan keuangan merupakan sebuah hal yang wajib untuk
dilakukan oleh para pelaku bisnis. Pelaporan keuangan memiliki peranan yang
sangat besar dan penting. IFRS mensyaratkan pengungkapan berbagai informasi
tentang risiko baik kualitatif maupun kuantitatif. Pengungkapan dalam laporan
keuangan harus sejalan dengan data/informasi yang dipakai untuk pengambilan
keputusan yang diambil oleh manajemen. Tingkat pengungkapan yang makin
mendekati pengungkapan penuh (full disclosure) akan mengurangi tingkat
asimetri informasi (ketidakseimbangan informasi) antara manajer dan pihak
pengguna laporan keuangan.
Sebelum IFRS
Sebelum
digunakannya International Financial
Reporting Standards (IFRS), akuntansi di Indonesia menggunakan menggunakan
prinsip historical cost yaitu
merupakan jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan
lain yang diserahkan atau memperoleh asset pada saat perolehan atau konstruksi,
atau jika dapat diterapkan jumlah yang dapat distribusikan langsung ke asset
pada saat pertama kali diakui sesuai dengan persyaratan tertentu (PSAK 19,
revisi 2009). Kelemahan dari historical
cost adalah kurang mencerminkan kondisi yang sebenarnya. Hal ini biasanya
memungkinkan peluang pihak menejemen untuk melakukan manajemen laba.
Seiring
perkembangan zaman, penggunaan historical cost tidak lagi relevan karena
kredibilitas dan kegunaan laporan keuangan telah terhambat oleh tantangan yang
serius. Dan banyak orang yang berpendapat dan yakin bahwa standard akuntansi
yang menggunakan historical cost memainkan peranan penting sebagai
penyebab kerusakan perekonomian, hal ini diungkapkan oleh Shanklin, Hunter dan
Ehlen (2011), terutama lembaga simpan pinjam tahun 1980an dan masalah perbankan
1990an. Karena pada waktu itu banyak laporan keuangan yang tidak mengungkapkan
kerugian segera pada saat terjadi. Sehingga terdapat kesepakatan bahwa standard
akuntansi yang ada perlu diperbaiki untuk memastikan bahwa laporan keuangan
bermanfaat, relevan, dan terpercaya. Dalam kondisi pasar uang dan modal global
yang semakin dinamis, dan berkembang sangat cepat, akhirnya konsep historical
cost dianggap tidak cocok lagi, karena tidak mencerminkan nilai pasar.
Setelah IFRS
Sebagai
gantinya digunakan konsep fair value (nilai wajar). Fair value ditetapkan
oleh International Accounting Standard Board (IASB) sebagai dasar untuk
mengukur aset.Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2009) nilai wajar didefinisikan
dalam IFRS sebagai, “The amount for which an asset could be exchanged
between knowledgeable, willing parties in an arm’s length transaction.”
Maksudnya adalah nilai wajar adalah suatu jumlah yang digunakan untuk mengukur
aset yang dapat di pertukarkan melalui suatu transaksi yang wajar (arm’s
length transaction) yang melibatkan pihak-pihak yang berkeinginan dan
memiliki pengetahuan memadai. Nilai wajar ini digunakan untuk mengukur satu
asset, sekelompok asset, suatu liabilitas, konsiderasi bersih dari satu atau
lebih aset dikurangi satu atau lebih liabilitas terkait, satu segmen atau
divisi dari sebuah entitas, satu lokasi atau wilayah dari suatu entitas, satu
keseluruhan entitas. Yang dimaksud dengan pengukuran, bukan merupakan pengukuran
awal. Untuk pengukuran awal (saat suatu asset diakuisisi atau liabilitas
muncul), entitas tetap menggunakan dasar harga pada saat terjadinya transaksi. Berubahnya
penggunaan konsep biaya perolehan menjadi konsep baru yaitu konsep nilai wajar
dalam dunia akuntansi, tentunya akan berpengaruh kepada akuntan perusahaan,
akuntan publik dalam penyusunan laporan keuangan perusahaan. Dibawah ini terdapat perbedaan
antara pelaporan keuangan perusahaan sebelum dan setelah penerapan IFRS.
Tabel 2
Dari
Segi Tujuan Laporan Keuangan
Sebelum
IFRS
|
Setelah
IFRS
|
a. Menyediakan
informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan investasi dan kredit.
b. Menyediakan
informasi yang berguna untuk memprediksi jumlah, waktu, dan ketidakpastian
arus kas masa depan perusahaan.
c. Menyediakan
informasi tentang sumber daya ekonomi, klaim terhadap sumber daya tersebut,
dan perubahan terhadap keduanya.
|
a. Menyediakan
informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi
keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam
pengambilan keputusan ekonomi.
b. Pengguna
adalah investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha
lainnya, pelanggan, pemerintah dan masyarakat.
|
Tabel 3
Dari Segi Karakteristik
Kualitatif Informasi Akuntansi
Sebelum
IFRS
|
Setelah
IFRS
|
Relevan,
terdiri dari:
a.
Nilai prediksi, membantu pengguna
memprediksi
hasil dari kejadian masa lalu, saat ini dan masa depan.
b.
Nilai umpan balik, membantu pengguna
mengkonfirmasi.
c.
Membetulkan nilai prediksi sebelumnya.
d.
Tepat waktu, tersedia sebelum kehilangan kapasitas untuk mempengaruhi
keputusan.
e.
Dapat dipercaya karena disajikan dengan jujur, netral dan dapat diferivikasi
serta dapat dibandingkan dan konsisten.
|
Relevan,
terdiri dari:
a.
Nilai prediksi.
b.
Nilai konfirmasi.
c.
Materialitas.
d.
Dapat dipercaya karena disajikan dengan jujur, netral, substansi mengungguli
bentuk, dikerjakan secara hati-hati, lengkap, serta dapat dibandingkan.
|
Tabel 4
Dari Segi Elemen
Laporan Keuangan
Sebelum
IFRS
|
Setelah
IFRS
|
a.
Aset
b.
Kewajiban
c.
Ekuitas
d.
Investasi pemilik
e.
Distribusi kepada pemilik
f. Laba komprehensif
g.
Pendapatan
h.
Keuntungan
i. Beban
e.
Kerugian
|
a.
Aset
b.
Kewajiban
c.
Ekuitas
d.
Pemeliharaan modal (diperoleh dari
revaluasi asset dan kewajiban)
e.
Laba (Pendapatan dan keuntungan)
f.
Beban (beban dan kerugian)
|
Tabel 5
Dari Segi Pengakuan
dan pengukuran – Asumsi dasar
Sebelum
IFRS
|
Setelah
IFRS
|
1.
Kelangsungan usaha
2.
Entitas ekonomi
3.
Unit moneter
4.
Periodisitas
|
1. Kelangsungan usaha
2. Basis akrual
|
Tabel 6
Dari Segi Pengakuan
dan Pengukuran – Prinsip
Sebelum
IFRS
|
Setelah
IFRS
|
1. Biaya historis
2.
Pengakuan pendapatan
3.
Kesesuaian
4.
Pengungkapan penuh
|
1.
Biaya historis
2.
Biaya sekarang (apa yang harus dibayar hari ini untuk mendapatkan aset)
3.
Nilai realisasi (jumlah kas yang dapat
diperoleh saat ini jika aset dilepas)
4.
Nilai wajar
5.
Pengakuan pendapatan
6.
Pengakuan beban
7. Pengungkapan penuh
|
Tabel 7
Dari Segi Pengakuan
dan Pengukuran – Kendala
Sebelum
IFRS
|
Setelah
IFRS
|
1. Biaya dan manfaat
2.
Materialitas
3.
Praktik Industri
4.
Konservatisme
|
1.
Keseimbangan antara biaya dan manfaat
2.
Tepat waktu
3.
Keseimbangan antara karakteristik
kualitatif
|
D. Pengungkapan Laporan Keuangan Terbaik di
Indonesia Tahun 2014 (Diselenggarakan pada 22 September 2015)
Sebagai
lembaga keuangan terpercaya dan terbesar di Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengadakan
acara penganugerahan Annual Report Award (ARA) 2014,
Jakarta, Selasa (22/9). Acara ini diadakan dengan tema “Akuntabilitas
dan Transparansi Informasi Memenangkan Persaingan Bisnis dalam Era Integrasi
Ekonomi ASEAN”. ARA terselenggara atas kerja sama tujuh instansi
penyelenggara, yaitu Otoritas Jasa Keuangan, Kementerian BUMN, Bank Indonesia,
Direktorat Jenderal Pajak, Komite Nasional Kebijakan Governance, PT Bursa
Efek Indonesia, dan Ikatan Akuntan Indonesia.
Annual
Report Award (ARA) merupakan kompetisi tahunan yang diselenggarakan sejak tahun
2002 yang melakukan penilaian terhadap kualitas penyajian informasi dalam Annual Report sebuah perusahaan. Tidak
hanya semata-mata pengungkapan dalam Laporan Tahunan, Annual Report Award
bertujuan untuk mendorong penerapan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang
baik.
Ajang
yang sudah digelar sebanyak 14 kali ini diikuti oleh Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah dan Perusahaan Swasta /Private, baik yang sudah listed
(terdaftar di Bursa) ataupun non listed (belum terdaftar. Annual Report Award
terdiri dari 10 kategori yang meliputi, BUMN Keuangan Listed, BUMN Keuangan Non
Listed, BUMN Non Keuangan Listed, BUMN Non Keuangan Non Listed, Private
Keuangan Listed, Private Keuangan Non Listed, Private Non Keuangan Listed,
Private Non Keuangan Non Listed, BUMD Listed, BUMD Non Listed dan tentu saja
Juara Umum (terbaik dari terbaik).
Gelaran ARA ini sendiri
bertujuan untuk membangun daya saing ekonomi Indonesia untuk menyongsong
integrasi ekonomi Asean 2014 melalui transparansi informasi, dengan indikator
yang utama dalam menilai pemenang dilihat dari aspek implementasi good corporate governance (GCG). Sehingga, para pelaku pasar (investor) bisa memberikan
kepercayaannya di pasar tanah air. Selain itu, ARA bermanfaat demi kemajuan
perusahaan dan sebagai media komunikasi yang efektif kepada semua pihak untuk
menjelaskan tentang kinerja dan prospek perusahaan di masa mendatang,
Berikut
daftar lengkap pemenang ARA 2015 :
Juara
Umum BUMN Non Keuangan PT Aneka Tambang (Persero) Tbk
1. Pemenang kategori BUMN KEUANGAN
LISTED
a. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk
b. PT Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk
c. PT Bank Tabungan Negara(Persero) Tbk
2. Pemenang kategori BUMN NON
KEUANGAN LISTED
a. PT Aneka Tambang (Persero) Tbk
b. PT Semen Indonesia (Persero) Tbk
c. PT Telekomunikasi Indonesia
(Persero) Tbk
3. Pemenang kategori BUMN KEUANGAN
NON LISTED
a. PT Asuransi Jasa Indonesia (Pesero)
b. Perum Jaminan Kredit Indonesia
c. PT TASPEN (Persero)
4. Pemenang kategori BUMN NON
KEUANGAN NON LISTED
a. PT Pertamina (Persero)
b. PT Angkasa Pura II (Persero)
c. PT Bio Farma (Persero)
5. Pemenang kategori PRIVATE
KEUANGAN LISTED
a. PT Bank Victoria International Tbk
b. PT Bank Central Asia Tbk
c. PT Adira Dinamika Multifinance Tbk
6. Pemenang kategori PRIVATE NON
KEUANGAN LISTED
a. PT Wijaya Karya BetonTbk
b. PT ElnusaTbk
c. PTAKR CorporindoTbk
7. Pemenang kategori PRIVATE KEUANGAN
NON LISTED
a. PT BNI Syariah
b. PT Bank Syariah Mandiri
c. PT Bank Mayora
8. Pemenang kategori PRIVATE
NON KEUANGAN NON LISTED
a. PT Pupuk Kalimantan Timur
b. PT Pelayanan Listrik Nasional Batam
c. PT Garuda Maintenance Facility
Aeroasia
9. Pemenang kategori BUMD LISTED
a. PT Bank DKI
b. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat
dan Banten Tbk
c. PT Bank Pembangunan Daerah Nusa
Tenggara Timur
10. Pemenang kategori BUMD NON
LISTED
a. PT Bank Pembangunan Daerah Sumatera
Selatan dan Bangka Belitung
b. PT Bank Pembangunan Daerah Jawa
Tengah
c. PT Bank Pembangunan Daerah
Kalimantan Barat
11. Pemenang kategori DANA PENSIUN
a. Dana Pensiun Bank Indonesia
b. DPLKPT Bank Mandiri (Persero) Tbk
c. Dana Pensiun Bank Rakyat Indonesia.
Kategori,
Kriteria, dan Proses Penjurian ARA 2014
Peserta ARA 2014 berjumlah 294 peserta yang terdiri
dari 274 perusahaan, 17 Dana Pensiun, dan 3 Bank Perkreditan Rakyat. Jumlah
perusahaan yang jadi peserta naik 13 persen atau bertambah 33 perusahaan
dibanding tahun lalu. Dari 294 perusahaan peserta, terdapat tiga (3) Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) yang baru tahun ini ikut seleksi ARA. Peserta ARA 2014
ini terbagi dalam 11 Kategori yaitu :
- BUMN
Non Keuangan Non Listed
- BUMN
Non Keuangan Listed
- BUMN
Keuangan Non Listed
- BUMN
Keuangan Listed
- Private
Non Keuangan Non Listed
- Private
Non Keuangan Listed
- Private
Keuangan Non Listed
- Private
Keuangan Listed
- BUMD
Non Listed
- BUMD Listed Dana Pensiun
Penilaian
ARA 2014 terdiri dari 8 kriteria penilaian kualitas informasi dalam laporan
tahunan, Hasil penilaian dari Laporan Tahunan selanjutnya masuk ke seleksi
tahap wawancara oleh Dewan Juri untuk menentukan pemenangnya. Dewan Juri
terdiri dari 23 orang dengan Soedaryono sebagai Ketua Dewan Juri. Dewan Juri
berasal dari perwakilan OJK, BPKP, Kementerian BUMN, Ditjen Pajak, IAI, KNKG,
BEI, Pefindo, Akamedisi dan Pengamat. khususnya menyangkut aspek transparansi
dan GCG dengan bobot masing-masing sebagai berikut :
- Umum
: 2%
- Ikhtisar
Data Keuangan Penting
: 5%
- Laporan
Dewan Komisaris dan Direksi
: 3%
- Profil
Perusahaan
: 8%
- Analisa
dan pembahasan manajemen atas kinerja perusahaan : 22%
- Good
Corporate Governance
: 35%
- Informasi
keuangan
: 20%
- Lain-lain : +/- 5%
a. Praktik Good Corporate Governance
yang melebihi kriteria
b. Praktik Bad Corporate
Governance yang tidak diatur dalam kriteria
Kriteria
Annual Report Award ini disusun dengan mengacu kepada Peraturan Nomor X.K.6
tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Tahunan bagi Emiten dan Perusahaan
Publik, konvergensi IFRS, Asean Corporate Governance Scorecard, dan
international best practices.
Penyerahan penghargaan kepada para pemenang dilakukan
langsung oleh Ketua dan Anggota Dewan Komisioner OJK, Menteri Koordinator
Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Keuangan RI Bambang Permadi
Soemantri Brojonegoro, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Negara BUMN
Rini Soemarno, Gubernur Bank Indonesia Agus DW Martowardojo, Kepala Badan
Pengawas Keuangan dan Pembangunan Ardan Adiperdana.
Manfaat bagi sebuah perusahaan dalam berpartisipasi di Annual Report Award : Pertama, perusahaan akan mendapatkan evaluasi yang berbobot terhadap kualitas penerapan keterbukaan informasi yang dilaksanakan oleh sebuah perusahaan. Kedua, Perusahaan akan mendapatkan respons opini yang positif jika melakukan penerapan keterbukaan informasi yang bertanggung jawab.
REFERENSI
:
Ari Dewi Cahyati, 2011. “Peluang Manajemen Laba
Pasca Konvergensi IFRS: Sebuah Tinjauan Teoritis Dan Empiris”, Jurnal JRAK Vol. 2, No.
1. UNISMA. (Diakses pada, 14 April 2016. 15:04 WIB).
Ferry Danu Prasetya, 2012. “Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan Di Indonesia”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa
Akuntansi, VOL. 1, NO. 4. Unika Widya Mandala. (Diakses pada, 15 April 2016. 19:03 WIB).
Heri Sukendar W,
2012. “Konsep Nilai Wajar (Fair Value) Dalam Standar Akunatsni Berbasis IFRS Di
Indonesia Apa dan Bagaimana”, Journal Binus
Business Review Vol. 3, No.1 : 93-106. Universitas Bina Nusantara. (Diakses pada,
14 April 2016. 15:50 WIB).
Lea Emilia Farida dan Sirajudin, 2011. “Tinjauan Terhadap Konvergensi IFRS (International Financial Reporting
Standarts) Dengan PSAK (Pedoman Standar Akuntansi Keuangan) Di Indonesia”, Jurnal INTEKNA, Tahun XI, No. 1 : 98 –
102. Politeknik Negeri Banjarmasin. (Diakses pada, 14 April 2016. 06:29 WIB).
Natalia Titiek Wiyani, S.Pd. “Standarisasi,
Harmonisasi dan Konvergensi IFRS (International Finance Reporting Standar
and Practices)”. (Diakses Pada, 14 April 2016. 15:02 WIB).
Nur Cahyonowati, dan Dwi Ratmono. “Adopsi IFRS dan Relevansi Nilai
Informasi Akuntansi”. Universitas
Diponegoro. (Diakses Pada, 14 April 2016. 15:07
WIB).
Nyoman Trisna
Herawati. “Konvergensi International
Financial Reporting Standards (IFRS) Dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran
Akuntansi Pengantar Di Perguruan Tinggi”. Universitas Pendidikan
Ganesha. (Diakses Pada, 14 April
2016. 14:54 WIB).
Rindu Rika Gamayuni, 2009. “Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan
Indonesia Menuju International International
Financial Reporting Standards”. Jurnal akuntansi dan keuangan, Vol.
14, No. 2. Universitas Lampung. (Diakses Pada, 14 April 2016. 15:09 WIB).
Santyani
Sinaga, 2015. “Perbedaan
Persepsi Akuntan Pendidik, Mahasiswa dan Praktisi terhadap Konvergensi International Financial Reporting Standards
(IFRS) di Indonesia”. Universitas
Sumatera Utara. (Diakses pada, 14 April 2016. 15:50 WIB).
Sigit Hermawan, dan Ety Nur Zunaida, 2013. “Analisis Kesiapan Dan
Pelaksanaan Perkuliahan Akuntansi Berbasis Konvergensi International International Financial Reporting Standards (IFRS)”, Jurnal Pendidikan Akuntansi, Vol. 1, No. 4. Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. (Diakses Pada, 14 April 2016. 15:00 WIB).
Vergiana
Aprilicia, 2014. “Road Map
International Financial Reporting Standard (IFRS) dan Implementasinya di Indonesia”. Jurnal JIBEKA Vol. 8, No. 1. Universitas Ma Chung Malang.
(Diakses
Pada, 14 April 2016. 14:54 WIB).
Yanuarita
Rohmatul Laili. “Pengaruh Penerapan Konvergensi IFRS Terhadap Penilaian Aset
Dengan Menggunakan Konsep Fair Value”.
Universitas Negeri Surabaya. (Diakses
Pada, 14 April 2016. 14:54 WIB).
Yona Octiani Lestari. “Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) Dan Manajemen
Laba Di Indonesia”. Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. (Diakses Pada, 14 April 2016. 15:03 WIB).
Penulisan ini adalah salah satu tugas untuk memenuhi
mata kuliah Akuntansi Internasional.
Ditulis Oleh : A. Putrisari
Dosen : Jessica Barus
Universitas Gunadarma