Jumat, 29 Maret 2013

Tulisan 1 Perekonomian Indonesia



TULISAN SOFT SKILL
PEREKONOMIAN INDONESIA




      Mata Kuliah  : Perekonomian Indonesia
                  Kelas : 1EB20
                 NPM  : 21212291
             Nama     : Ayu Putrisari




UNIVERSITAS GUNADARMA
TAHUN AJARAN 2O12/2013


Tulisan 1 :
Kenaikan Harga Bawang Akibat Pemerintah Tidak Tegas



PENDAHULUAN

Ketidakseriusan pemerintah dalam mengatur sektor pertanian, khususnya yang terkait dengan kebijakan impor disektor pangan, semakin jelas terlihat. Belum lama ini kenaikan harga komoditas bawang merah dan bawang putih dalam dua pekan terakhir membuat ibu-ibu rumah tangga resah hampir di seluruh kota di Tanah Air.

Kenaikan harga komoditas pangan pada tingkat tertentu sebenarnya tidak menjadi masalah, sepanjang terkendali. Akan tetapi menjadi masalah jika kenaikan harga sudah tidak terkendali, sehingga membebankan kehidupan masyarakat ekonomi tingkat bawah. Hal ini akan berujung pada angka inflasi yang tinggi.

Dampak dari kenaikan ini, adalah menurunnya tingkat kemakmuran dan daya beli masyarakat. Para ibu rumah tangga pun mengeluh saat harga meningkat menjelang tahun politik ini. Karena itu, upaya menangani sumber-sumber kenaikan harga sangatlah perlu untuk dilakukan.

Masalah ini sebenarnya sudah sering terjadi dinegara kita, namun pemerintah seolah mengabaikan permasalahan ini yang berbuntut serius. Sehingga persoalan tahun demi tahun pangan nasional kita sering muncul berulang pada kasus yang sama seperti : komoditas gula, kedelai, jagung, garam, bawang, beras, daging dan lain - lain.

            Kenaikan harga komoditas bawang ini, dipicu oleh pemerintah pusat yang masih mempertahankan sentralisasi kebijakan pangan nasional. Pihaknya juga menilai tak jarang timbulnya konspirasi diantara kementerian-kementerian terkait. Kementerian-Kementerian ini seolah tidak peduli dengan permasalah yang ada, malah mereka saling lempar tanggung jawab dan saling mempertahankan egoisme sektoral kementrian.

Hal ini dapat terjadi dikarenakan pemerintah cenderung hanya mempertahankan kepentingan tertentu atau bahkan kepentingan partai (golongan/kelompok), atau pejabat pemerintahnya terkadang juga bertindak sebagai pengusaha, hal ini sangatlah disayangkan.

Bahkan akhir – akhir ini, banyak terjadi hal yang tak terduga demi mencapai keuntungan yang besar dengan memanfaatkan harga yang mulai melonjak naik, dimulai dari golongan bawah seperti para pedangang dan dari golongan atas seperti oknum negara yang terkait. 

Para pedangang menimbun berton – ton bawang yang siap untuk dipasarkan pada seluruh lapisan masyarakat, demi mendapatkan keuntungan yang maksimal. Sedangkan para oknum tidak segan – segan untuk  membakar berton – ton bawang yang seharusnya tugas mereka untuk menstabilkan harga.

Pemerintah juga melakukan serangkaian kebijakan untuk menekan harga bawang yang terus melambung dengan cara membatasi impor hortikultura, bukan dalam hal kuantitas saja,  namun pada waktu dan lokasi masuknya komoditas. Hortikultura hanya boleh diimpor pada masa paceklik.  Bahkan lokasi masuknya barang hanya boleh melalui tiga pelabuhan, yakni Tanjung Perak, Makassar, dan Belawan.

Kebijakan ini sempat ditentang oleh beberapa kalangan, karena ditakutkan dapat menimbulkan inflasi. Namun, kebijakan ini sangat tepat untuk memacu para petani untuk meningkatkan hasil produksi. Jika kebutuhan nasional dapat terpenuhi, pemerintah tidak perlu mengimpor bawang merah. Tetapi konsekuensinya jika harga mahal, pemerintah wajib turun tangan selaku pihak yang berwenang untuk mengendalikan harga dipasaran.

  

ISI
2.1 Naiknya Harga Bawang

Sejumlah pedagang sayur mayur dan konsumen kembali diombang-ambingkan harga kebutuhan dapur. Sebelumnya, harga bawang merah dan bawang putih berada di kisaran Rp 16-18 ribu per kilogram. Saat ini harga bawang putih melonjak menjadi Rp 72 ribu per kg, sedangkan bawang merah Rp 48 ribu per kg. Apalagi, kenaikan itu diprediksi bakal terus merangkak naik hingga beberapa pekan ke depan.

Untuk menyiasati kenaikan harga bawang merah dan putih itu, sejumlah pedagang mulai membatasi pasokan stok bawang merah dan bawang putih yang dijualnya. Alasannya, bawang merah dan bawang putih tidak bisa bertahan lama. Diduga, kenaikan harga bawang merah dan bawang putih sejak beberapa hari lalu itu selain disebabkan karena hasil panen buruk sejak memasuki musim hujan, juga disebabkan permainan para tengkulak.

Kenaikan harga produk hortikultura yang bervariasi memicu ketidakstabilan harga, khususnya bawang merah dan putih. Kenaikan harga dinilai tidak wajar, per hari bahkan bisa naik sampai Rp 5.000. Gejolak kenaikan harga yang bervariasi ini, jika tidak diatasi, dapat berubah menjadi krisis pangan.

Secara teknis, gejolak kenaikan harga pangan disebabkan oleh lemahnya infrastruktur distribusi, nilai tukar mata uang, dan harga input pertanian. Namun ada yang jauh lebih bersifat sistemik, yaitu terjadinya lonjakan harga karena faktor ulah manusianya sendiri. Yang termasuk faktor ulah manusia adalah peran dominan kaum kapitalis, spekulasi di bursa berjangka, melemahnya peran negara, kebijakan impor yang salah, serta permainan swasta nasional dalam perdagangan.

Kenaikan harga pangan, khususnya bawang merah dan bawang putih, tentu membuat pedagang kecil tidak nyaman dalam berdagang. Para konsumen berkurang dan mengeluh. Lonjakan harga pangan hortikultura tak menguntungkan petani kecil, pedagang, dan konsumen. Dengan demikian, pengawasan stok bawang dan komoditas pangan hortikultura lainnya mutlak dilakukan.


2.2 Tiga Usulan KADIN Atasi Krisis Bawang

Melonjaknya harga bawang yang mencapai enam kali lipat dari harga normal adalah akibat permainan dari 21 perusahaan yang mengendalikan lebih dari 50 pangsa pasar industri bawang.

Seharusnya pemerintah dapat menangani dengan cepat dan tepat praktik 21 kartel bawang agar masyarakat tidak dirugikan. Pemerintah harus segera melakukan perombakan tata niaga bawang demi kepentingan masyarakat banyak, agar 21 kartel bawang tersebut tidak semakin merajalela di kemudian hari.

"Langkah pertama yang diusulkan Kadin Indonesia adalah Perum Bulog segera mengambil alih tata niaga bawang yang tentunya harus dibarengi juga dengan peningkatan pengawasan terhadap Perum Bulog.”  

“ Langkah kedua yang perlu dilakukan pemerintah adalah mempermudah pemberian kredit atau pinjaman kepada para petani bawang,” agar para petani bawang tidak terjerat tengkulak dan permainan 21 kartel bawang tersebut.

“Langkah ketiga yang juga penting untuk dilakukan adalah segera mengeluarkan kebijakan impor bawang yang tertata dan disalurkan oleh Perum Bulog, sehingga dapat menetralisir harga di pasaran yang saat ini dikendalikan oleh 21 kartel bawang.”

Melalui tiga langkah ini menurut Suryo selaku KADIN, praktik para kartel yang mengendalikan pasar bawang dapat diredam, yaitu dengan menciptakan keseimbangan di pasar. Baik dari segi Produksi, melalui kemudahan kredit bagi petani bawang. Distribusi, melalui pengambilalihan tata niaga bawang oleh Perum Bulog, hingga penyeimbangan peredaran bawang di pasaran melalui kebijakan impor untuk membendung permainan 21 kartel bawang.

2.3 Importir dan Pelayanan Picu Harga Bawang Naik

Fluktuatif harga komoditas merupakan hal biasa. Namun, jika lonjakan sering terjadi seperti harga bawang merah, bukan hal biasa. Kenaikan harga disinyalir karena permainan importir dan pelayanan distribusi bawang merah dari pelabuhan yang lamban.

Dua kemungkinan tersebut diketahui dari kenyataan mandegnya berton-ton bawang merah di pelabuhan. Hal ini membuat distribusi ke konsumen terhenti.

Hanya ada dua kemungkinan penyebabnya yakni belum cepatnya pelayanan di pelabuhan atau terjadi kartel antar importir. Ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya lonjakan harga. Yaitu, konsumsi, distribusi, dan produksi.

Berdasarkan data BPS, 92 persen rumah tangga di Indonesia mengonsumsi bawang merah. Sebenarnya, produksi dalam negeri sudah memenuhi 90 persen dari kebutuhan nasional.

Hanya saja, jika masuk bulan penghujan, produksi kita menurun drastis. Ini membuat bawang merah menjadi komoditas yang butuh importir meski tidak banyak. Namun akhirnya menjadi sedikit terkendala dengan adanya kebijakan pemerintah terkait pembatasan impor hortikultura.

Berbeda dengan bawang merah, produktivitas bawang putih nasional justru sangat minim. Petani bawang putih di Indonesia baru mampu memenuhi 20 persen dari kebutuhan nasional. Hal ini membuat pemerintah mengimpor bawang putih dalam jumlah banyak.

Untuk kenaikan harganya, dipastikan karena adanya permainan pihak importir maupun budaya pedagang Indonesia. Dimana sebuah komoditas mengikuti harga komoditas serupa. Jadi karena bawang merah naik, bawang putih, cabe dan lain-lain ikut naik.

2.4 Beberapa Solusi

Penyebab kenaikan harga kebutuhan pangan, khususnya komoditas bawang, bila dicermati bisa diakibatkan oleh tiga faktor. Pertama, kelangkaan barang; kedua, penurunan nilai mata uang yang dipegang masyarakat; dan ketiga, tingginya permintaan. Dari ketiga faktor tersebut, faktor kedua adalah problem kenaikan harga (inflasi) pada barang-barang kebutuhan pokok yang biasa terjadi dalam skala tahunan secara agregat (merata pada suatu masyarakat), dan hal ini terjadi bukan lantaran kelangkaan barang-barang kebutuhan pokok tersebut.

Dalam konsep free market, swasta dibebaskan dari keterikatannya terhadap negara dan tanggung jawab atas permasalahan sosial yang terjadi karena aktivitas perusahaan, sehingga harga dibiarkan bergerak tanpa intervensi pemerintah. Menaikkan harga secara sepihak demi kepentingan penjual (perusahaan swasta/free market) karena tingginya permintaan tentu menyusahkan masyarakat ekonomi miskin sehingga mereka tidak dapat membeli barang, terutama kebutuhan primer bahan pangan. Akibatnya, terjadi ketimpangan, kesenjangan, ketidakadilan, tidak terjadi distribusi secara merata atau pemerataan barang di tengah masyarakat. Demikian halnya menaikkan harga demi mendapatkan harga yang tinggi, pemilik barang menimbun barang dagangannya untuk sementara waktu hingga pasaran naik, juga akan menyusahkan masyarakat ekonomi lemah.

Setidaknya ada beberapa langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah untuk mengatasi kenaikan harga, terutama komoditas bawang, agar menjadi stabil, yakni pemerintah seharusnya mampu mengawasi harga agar terkendali, tidak boleh membiarkan harga melambung tinggi yang dinaikkan sepihak oleh penjual perusahaan swasta, sementara masyarakat menjerit. Praktek-praktek yang terlarang, seperti penipuan, penimbunan, monopoli, menetapkan harga, dan menaikkan harga, perlu ditindak dengan sanksi yang tegas.

Di samping itu, pemerintah perlu mendorong berkembangnya sektor riil saja (pertanian, perikanan, perkebunan, perindustrian, transportasi, dll). Regulasi yang mengatur barang dan jasa yang boleh atau tidak boleh dilakukan secara berkelanjutan perlu dibuat secara berkeadilan. Aktivitas perdagangan produk pangan perlu dijaga agar berjalan sewajarnya, sehat dan adil, tidak merugikan antara penjual dan pembeli dengan menaikkan harga seperti yang terjadi sekarang ini.

Pemerintah mesti menurunkan biaya sarana produksi pertanian dan memperbaiki infrastruktur distribusi hasil pertanian. Tingginya biaya produksi dan biaya angkut saat ini dinilai sebagai pemicu utama meningkatnya harga pangan, khususnya bawang. Diperlukan penerapan sanksi yang tegas bagi pelaku peredaran produk illegal serta pengawasan aturan yang diberlakukan terhadap terjadinya kenaikan permintaan makanan dan minuman.

Dalam jangka panjang, pemerintah perlu menghentikan impor pangan pada produk yang bisa dihasilkan di dalam negeri seperti bawang, buah-buahan, sayur-sayuran dan sebagainya. Sebab, impor bahan pangan, selain menghamburkan devisa, dapat membunuh produsen pangan dalam negeri dan mengancam kedaulatan pangan nasional. Selain itu, impor pangan hanya akan memakmurkan para spekulan dan komprador penjual. Di sisi lain, negara dengan penduduk lebih dari 100 juta orang, tidak mungkin bisa maju, jika kebutuhan pangannya bergantung pada impor (FAO, 1998). Negara perlu segera menjadikan sektor pertanian sebagai sumber kekuatan ekonomi nasional.

Akhirnya, seluruh kebijakan politik-ekonomi menjelang tahun politik ini harus kondusif untuk bisa mengendalikan kenaikan harga pangan.


PENUTUP

Secara umum, dinamika dan kompleksitas suatu masalah akibat pergerakan harga komoditas tertentu, telah menimbulkan berbagai persoalan sekaligus sebuah tantangan dan peluang yang perlu dicermati dan di antisipasi oleh kalangan stakeholder melalui sejumlah langkah kebijakan dan penerapan strategi yang tepat sasaran, guna mengendalikan dengan menjadikannya lebih bernilai dan bermanfaat.

Pemerintah telah membuat kebijakan hortikultura, pada awalnya dibuat dengan mempertimbangankan berbagai alasan, antara lain untuk melindungi hasil produksi/panen para petani lokal yang akan memasuki panen raya, agar terserap hasil panennya di pasaran dan dapat menjamin tingkat harga yang lebih menguntungkan agar tidak jatuh pada tingkat yang rendah, seperti yang dialami pada tahun sebelumnya, serta dapat mengendalikan jumlah yang ideal atas pasokan yang akan memasuki pasar konsumen dalam negeri, antara perbandingan jumlah produksi dalam negeri dengan tingkat kebutuhan impornya

Daftar Pustaka





Rabu, 27 Maret 2013

TUGAS PEREKONOMIAN INDONESIA 1


   “ Tugas Perekonomian Indonesia 1 (Softskill) ”



Kelas        : 1EB20


     Nama                                              NPM
       1.   Arrafah Marzuqoh                          28212115               
       2.   Ayu Putrisari                                  21212291       
       3.   Fachmi Putri Ristanti                     22212592
       4.   Roslinda Oktavia Sitakar               2A212097



UNIVERSITAS GUNADARMA
TAHUN AJARAN 2013/2014


Tugas Perekonomian Indonesia (Softskill)

Tugas Pertama

1.    Terangkan arti GDB sebagai indikator kemakmuran ekonomi dengan segala kekuatan dan kelemahannya dalam perkembangan perekonomian Indonesia selama ini.

Jawab :
Produk domestik bruto (Gross Domestic Product) adalah suatu metode penghitungan yang digunakan oleh suatu negara sebagai tolak ukur yang utama bagi kegiatan perekonomian nasional negaranya, namun pada dasarnya GDP mengukur seluruh volume produksi dari suatu negara secara geografis. Dalam perhitungan GDP ini, termasuk juga didalamnya adalah hasil produksi barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu perusahaan/orang asing yang beroperasi di wilayah negara yang bersangkutan. Barang-barang yang dihasilkan termasuk barang modal yang belum diperhitungkan penyusutannya, karenanya jumlah yang didapatkan dari GDP dianggap bersifat bruto/kotor.

GDP disini mengandung arti untuk mengukur sebuah nilai pasar dari suatu barang dan jasa akhir yang diproduksi oleh sumber daya yang terdapat dalam sebuah negara selama jangka waktu tertentu, biasanya dalam kurun waktu satu tahun.  GDP dapat juga digunakan untuk mempelajari perekonomian dari waktu ke waktu atau sebagai alat perbandingan beberapa perekonomian pada suatu saat. Selain itu, GDP dapat digunakan untuk mengukur suatu tingkat kesehatan perekonomian suatu wilayah (negara). Tetapi GDP seringkali dikritik dengan alasan tidak mencatumkan transaksi ekonomi pada tingkat rendah. Dalam Forex Trading GDP merupakan salah satu indikator terpenting yang bisa memicu volatilitas harga terutama untuk Core GDP. Dalam skala A sampai D dengan A adalah sangat penting  sedangkan  D tidak penting sama sekali, GDP merupakan indikator berskala B yang dapat menyebabkan perubahan volatilitas mata uang. 

GDP dirilis per kuarter, dan angka dalam data ini menunjukkan persentase pertumbuhan dari kuarter sebelumnya. Laporan GDP terbagi dalam 3 rilis : 1) Advanced – Rilis Pertama; 2) Preliminary – Revisi Pertama; dan 3) Final – Revisi Kedua dan Terakhir. Ketiga revisi inilah yang biasanya berdampak signifikan bagi pasar.

Jika GDP (persentase)  naik dibandingkan dengan data pada periode sebelumnya maka nilai mata uang dari suatu negara yang bersangkutan cenderung mengalami kenaikan. Hal ini dapat terjadi, karena GDP menggambarkan seluruh nilai transaksi suatu negara secara umum. Jika siklus transaksi perekonomian stabil maka bisa dipastikan perekonomian akan berjalan dengan baik. Sentimen positif ini dapat menyebabkan kenaikan nilai mata uang lokal.

Selain itu, harus diperhatikan juga Core GDP yaitu GDP yang telah dikoreksi dengan memasukkan faktor inflasi didalamnya.

Manfaat GDB :
1.        Dapat digunakan untuk mengetahui dengan cepat apakah perekonomian suatu  negara mengalami pertumbuhan atau tidak.
2.        Dipergunakan dalam menghitung perubahan harga.

Keterbatasan GDB  :
1.        Perhitungan GDB dan analisis kemakmuran suatu negara.
2.        Perhitungan dan masalah kesejahteraan.
3.        GDB perkapita dan masalah produksi.

2.    Apa yang dimaksud dengan pendapatan nasional?

            Jawab :
Salah satu indikator perekonomian dari sebuah negara yang sangat utama yang disebut dengan pendapatan nasional. Pendapatan nasional dalam hal ini, merupakan suatu angka atau nilai yang menggambarkan seluruh produksi, pengeluaran, ataupun pendapatan yang dihasilkan dari semua sektor/pelaku ekonomi dari suatu negara dalam kurun waktu tertentu. Selain itu, Pendapatan Nasional dapat diartikan sebagai jumlah pendapatan yang diterima oleh seluruh rumah tangga keluarga (RTK) di suatu negara dari penyerahan faktor-faktor produksi dalam satu periode, biasanya selama 1 tahun.

Pendapatan nasional sering digunakan sebagai  indikator ekonomi dalam hal :

  •  Menentukkan laju tingkat perkembangan /pertumbuhan perekonomian suatu negara.
  • Mengukur keberhasilan suatu negara dalam mencapai tujuan pembangunan ekonominya.
  • Dapat membandingkan tingkat kemakmuran masyarakat suatu negara dengan negara lainnya

Walaupun demikian tidak semua ahli ekonomi setuju jika hanya pendapatan perkapita saja yang digunakan sebagai alat untuk mengukur kemakmuran dan kesejahteraan suatu negara.  

Kritik ahli ekonomi tersebut diantaranya :
  • Ada faktor-faktor lain diluar pendapatan yang akan berdampak pada tingkat kemakmuran dan kesejahteraan.
  • Kesejahteraan masyarakat masih bersifat subjektif.  Setiap orang mempunyai pandangan hidup yang berbeda sehingga ukuran dari tingkat kesejahteraannya pun berbeda-beda.
Ada beberapa tokoh ekonomi yang memberikan masukan/saran terhadap ukuran–ukuran kemakmuran dan kesejahteraan diantaranya adalah :

     Dudley Seers mengatakan, bahwa paling tidak ada 3 masalah pokok yang perlu di perhatikan dalam       
mengukur tingkat pembangunan suatu negara 3 masalah tersebut yaitu :
1.      Tingkat kemiskinan
2.      Tingkat penggangguran
3.      Tingkat ketimpangan di berbagai bidang

 J.l. Tamba, beragumentasi bahwa ada 4 hal sebagai dasar dalam mengukur perekonomian dan kemakmuran di Indonesia, 4 hal tersebut yaitu :
1.      Kesehatan dan keamanan 
2.      Pendidikan keahlian dan standar hidup
3.      Pendapatan 
4.       Permukiman

 Hendra Es Mara, lebih memilih 3 komponen yang ia anggap perlu diperhatikan dalam rangka mengukur kemakmuran dan kesejahteraan suatu negara, yaitu :
1.      Penduduk dan kesempatan kerja
2.      Pertumbuhan ekonomi
3.      Pemerataan dan Kesejahteraan masyarakat

3.    Berikan gambar ilustrasi untuk memperjelas soal no.2 bisa dalam bentuk table atau grafik!

         Jawab :
         Pertumbuhan ekonomi bisa bersumber dari pertumbuhan pada sisi permintaan agregat dan penawaran agregat. Melihat dari pembangunan ekonomi Indonesia sejak Pelita I pada tahun 1969 hingga krisis ekonomi terjadi, akhir tahun 1997 atau awal tahun 1998, dapat dikatakan bahwa Indonesia telah mengalami suatu proses pembangunan ekonomi yang spektakuler, paling tidak pada tingkat makro (agregat). Keberhasilan ini dapat diukur dengan sejumlah indicator ekonomi makro. Dua diantaranya yang umum digunakan adalah tingkat pendapatan nasional per kapita dan laju pertumbuhan PDB per tahun.

Pada tahun 1968 pendapatan nasional per kapita masih sangat rendah, hanya sekitar US$60. Nilai ini jauh lebih rendah disbanding pendapatan nasional dari negara-negara berkembang lainnya pada saat itu seperti India, Sri Lanka dan Pakistan. Akan tetapi sejak Pelita I dimulai pendapatan nasional Indonesia per kapita mengalami peningkatan yang relatif tinggi setiap tahun dan pada akhir dekade 1980-an telah mendekati US$500. Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan PDB rata-rata per tahun juga tinggi yaitu sekitar 7% hingga 8% selama dekade 1970-an dan turun menjadi 3% hingga 4% per tahun selama dekade 1980-an.

Selama dekade 1970-an dan 1980-an, proses pembangunan ekonomi Indonesia bukannya banyak mengalami banyak rintangan yang cukup serius, salah satunya adalah dari faktor ekstenal yaitu merosotnya harga minyak mentah di pasar internasional menjelang pertengahan dekade 1980-an dan resesi ekonomi dunia yang juga terjadi pada dekade yang sama. Karena Indonesia sejak pemerintahan orde baru menganut sistem ekonomi terbuka (persiapan untuk melaksanakan OPEC), goncangan eksternal seperti itu sangat terasa efeknya terhadap laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Perekonomian nasional pada saat itu sangat tergantung pada pemasukan dolas AS dari hasil ekspor komoditi-komoditi primer khususnya minyak dan hasil pertanian. Tingkat ketergantungan yang tinggi ini membuat perekonomian nasional tidak bisa menghindar dari pengaruh negatif dari ketidakstabilan harga dari komoditi-komoditi tersebut di pasar internasional. Selain faktor harga, ekspor Indonesia, baik komoditas promer maupun barang-barang industri juga sangat tergantung pada pertumbuhan ekonomi dunia, terutama di negara-negara industri maju seperti Jepang, Amerika Serikat (AS), dan Eropa Barat yang merupakan pasar penting bagi ekspor Indonesia.

Resesi ekonomi dunia yang terutama disebabkan oleh rendahnya laju pertumbuhan PDB/PN di negara-negara industri maju yang mendominasi perdagangan dunia mengakibatkan lemahnya permintaan dunia terhadap barang-barang ekspor dari Indonesia, yang selanjutnya dapat menyebabkan defisit saldo perdagangan. Tanpa ada kompensasi yang cukup dari sumber-sumber yang lain, seperti investasi dan pinjaman luar-negeri defisit saldo neraca perdagangan membuat Indonesia kekurangan cadangan devisa (khususnya dollar AS).

Akibat selanjutnnya dana rupiah yang dapat disediakan untuk membiayai proses pembanguna ekonomi da ketersediaan dollar AS yang diperlukan untuk pembiayaan import berkurang. Berkurangnya import, khususnya barang modal, input perantasa, bahan baku dan komponen untuk keperluan kegiatan-kegiatan ekonomi (terkhusus industri), dapat mengurangi kapsitas produksi dalam negeri, yang selanjutnya berdampak negates terhadapr laju pertumbuhan ekonomi dan peningkatan pendapatan nasional per kapita.


Gambar 1. Pengaruh Resesi Dunia terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Suatu Ilustrasi Teoritis)


(sumber :Perekonomian Indonesia, Dr. Tulus T.H. Tambunan, 2001)

Dampak negatif resesi ekonomi dunia pada tahun 1982 terhadap perekonomian Indonesia terutama begitu terasa dalam laju pertumbuhan ekonomi uang untuk periode 1982-1988 jauh lebih rendah dari pada periode-periode sebelumnya. Beberapa negara lain di Asia seperti Malaysia, Filipina, Taiwan dan Thailand, juga mengalami hal yang sama. Pengaruh resesi dunia terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia akan digambarkan pada Gambar 1 berikut.
Selama pertengahan pertama dekade 1990-an, rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia per tahun sekitar 7,3% hingga 8,2%. Hal ini membuat Indonesia termasuk negara ASEAN  dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini, rata-rata pendapatan nasional per kapita di Indonesia naik dengan pesat setiap tahun yaitu sudah melewati US$800 pada tahun 1993. Akan tetapi akibat krisis, pendapatan nasional per kapita di Indonesia menurun drastic, yaitu pada tahun 1998 menjadi US$640 dan tahun 1999 menjadi US$580. Laju pendapatan nasional per kapita di Indonesia sejak tahun 1968 hingga 1999 dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Perkembangan Pendapatan Nasional Per Kapita di Indonesia , 1968-1999 (Dalam US$)


(sumber : World Bank database)

Sebagai perbandingan, Cina yang pendapatan nasional per kapitanya tahun 1995 hanya US$520 dan tahun 1998 dan tahun 1999 lebih tinggi dari Indonesia. Pendapatan nasional per kapita Korea Selatan juga mengalami penurunan akibat krisis, namun masih lebih tinggi dari Indonesia, demikian juga negara-negara lain termasuk Vietnam yang merupakan salah satu negara di Aia Tenggara yang baru memulai pembangunan ekonominya. Perkembangan pendapatan nasional per kapita beberapa negara di Asia Tenggara tahun 1995-1999 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pendapatan Nasional Per Kapita di Beberapa Negara Asia Tenggara,
 1995-1999 (Atas Harga Berlaku – Dalam Dollar AS)

Negara
Pendapatan Nasional Per Kapita
1995
1998
1999
Indonesia
1.000
640
580
Cina
520
740
780
Korea Selatan
10.250
8.500
8.490
Malaysia
3.890
3.680
3.400
Filipina
1.010
1.050
1.020
Singapura
27.230
30.560
29.610
Thailand
2.730
2.070
1.960
Vietnam
250
350
370

(sumber : World Bank database)


DAFTAR PUSTAKA
Tambunan, Dr. Tulus T.H.2001.”Perekonomian IndonesiaPerekonomian Indonesia.Jakarta.
Ghalia Indonesia
Dernburg, Thomas F. dan Karyaman Muschtar.1994.”Makro-Ekonomi:Konsep, Teori, dan Kebijakan”.Jakarta.Erlangga.