Nama : Ayu Putrisari
Npm : 21212291
Kelas : 4EB19
I. Benturan Kepentingan
Ada 7 Kategori situasi
benturan kepentingan (conflict of interest) tertentu,
dapat dilihat sebagai berikut :
ü Segala
konsultasi atau hubungan lain yang signifikan dengan atau berkeinginan
mengambil andil di dalam aktivitas pemasok, pelanggan atau pesaing
(competitor).
ü Segala
kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan.
ü Segala
hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan
keluarga (family) atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut.
ü Segala
posisi dimana karyawan dan pimpinan perusahaan mempunyai pengaruh atau control
terhadap evaluasi hasil pekerjaan atau kompensasi dari personal yang masih ada
hubungan keluarga
ü Segala
penggunaan pribadi maupun berbagai atas
informasi rahasia perusahaan demi suatu keuntungan pribadi, seperti anjuran
untuk membeli atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan
atas informasi rahasia tersebut
ü Segala
penjualan pada atau pembelian dari
perusahaan yang menguntungkan pribadi Segala penerimaan dari keuntungan, dari
seseorang / organisasi / pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan
ü Segala
aktivitas yang berkaitan dengan insider trading atas perusahaan yang telah go
public yang merugikan pihak lain.
Berikut ini merupakan berberapa
contoh upaya perusahaan/organisasi dalam menghindari benturan kepentingan :
1.
Menghindarkan diri dari tindakan dan situasi yang dapat menimbulkan benturan
kepentingan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan perusahaan.
2.
Mengusahakan lahan pribadi untuk digunakan sebagai kebun perusahaan yang dapat
menimbulkan potensi penyimpangan kegiatan pemupukan.
3.
Menyewakan properti pribadi kepada perusahaan yang dapat menimbulkan potensi
4.penyimpangan
kegiatan pemeliharaan.
5.
Memiliki bisnis pribadi yang sama dengan perusahaan.
6.
Menghormati hak setiap insan perusahaan
untuk memiliki kegiatan di luar jam kerja, yang sah, di luar pekerjaan dari
perusahaan, dan yang bebas dari benturan dengan kepentingan.
7.
Tidak akan memegang jabatan pada lembaga-lembaga atau institusi
lain di luar perusahaan dalam bentuk apapun, kecuali telah mendapat persetujuan
tertulis dari yang berwenang.
8.
Menghindarkan diri dari memiliki suatu kepentingan baik keuangan maupun
non-keuangan pada organisasi / perusahaan yang merupakan pesaing, antara lain :
•
Menghindari situasi atau perilaku yang dapat menimbulkan kesan atau spekulasi
atau kecurigaan akan adanya benturan kepentingan.
•
Mengungkapkan atau melaporkan setiap kemungkinan (potensi) benturan kepentingan
pada suatu kontrak atau sebelum kontrak tersebut disetujui.
•
Tidak akan melakukan investasi atau ikatan bisnis pada individu dan pihak lain
yang mempunyai keterkaitan bisnis dengan baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Lahirnya peraturan mengenai benturan kepentingan (conflict of interest) untuk melindungi
kepentingan pemegang saham. Yang akan menimbulkan keuntungan pihak - pihak
tertentu, karena adanya kolusi yang, dan tidak transparannya proses pengambil-alihan
keputusan oleh Direksi, komisaris, pemegang saham utama, dan pihak terafiliasi.
Untuk menghindari kerugian akibat transaksi tersebut, maka Badan Pengawas Pasar Modal dapat mewajibkan eminten dan perusahaan publik untuk
memperoleh persetujuan mayoritas pemegang saham independen.
Mengenai hal ini diatur dalam Pasal 82 ayat 2 Undang - undang Pasar Modal No.8 Tahun 1995.
Keharusan persetujuan pemegang saham independen I dipertegas kembali dalam Peraturan Badan Pengawas Pasar Modal Nomor
lX.E.1 1 tentang Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu.
II.
Etika Dalam
Tempat Kerja
1. Pahami Aturan Tak Tertulis di Tempat Kerja
Selain
peraturan yang sudah baku, ada sejumlah aturan tak tertulis atau etika yang
juga membantu interaksi sehari-hari di tempat kerja berjalan mulus. Meski tak
tertulis, etika ini merupakan faktor yang berpengaruh pada prestasi kerja Anda.
2. Tepat Waktu
Selalu
mengupayakan segalanya tepat waktu sangatlah penting. Kebiasaan baik ini
menunjukkan bahwa kita menghargai waktu para kolega dan pada gilirannya mereka
pun akan menghargai kita. Pepatah yang tepat untuk diingat, “waktu tidak akan pernah menunggu siapa pun”
. Jadi, jangan pernah sekalipun terlambat datang ataupun terlambat menyelesaikan
tenggat kerja.
3. Kenakan Busana Kerja Yang Pantas
Kebanyakan perusahaan umumnya sudah menetapkan kode
berbusana yang wajib dipatuhi. Ada beberapa jenis pekerjaan yang membebaskan karyawannya
dalam berpakaian. Tapi tetaplah berbusana yang pantas. Ingat,
kantor bukanlah ajang pesta tempat orang memamerkan koleksi mahal. Sesuaikan
juga dengan acara dan situasi. Jika ada janji bertemu klien, pilih busana
formal agar citra perusahaan tetap terjaga.
4. Menjauh Dari Gosip
Kebiasaan
bergosip di kantor bisa mengusik kerja, bahkan mengancam perjalanan karier.
Dengan menghindari gosip, pikiran kita tidak akan terganggu oleh hal-hal remeh
yang biasanya tidak penting.
5. Selalu Mintalah Ijin Saat Meminjam
Sedekat atau
seakrab apa pun relasi dengan rekan kerja, tetaplah meminta ijin saat ingin
meminjam sesuatu. Perilaku ini menyiratkan kita orang yang menghargai orang
lain dengan segala kepemilikannya.
6. Bertutur Sopan dan Selalu
Ucapkan Terima Kasih
Tutur yang
santun dan kata-kata manis pasti akan mengakrabkan suasana kerja sekaligus
menjaga semangat kerja. Tumbuhkan kebiasaan baik ini dan mulailah dari diri sendiri.
Misalnya, saat berpapasan dengan rekan di lobi, usahakan memberi senyum
dan mengangguk sopan meskipun yang bersangkutan bukanlah teman akrab.
7. Jangan Menyela Pembicaraan
Melakukan
kebiasaan ini hanya akan menunjukkan keegoisan Anda untuk menunjukkan pada
dunia bahwa waktu dan pendapat Anda lebih penting ketimbang orang lain. Catatan,
tak ada rekan kerja yang bisa menerima sikap egois.
8. Pelankan Suara
Di kantor yang
mayoritas ruang karyawannya tak berpintu, hal yang paling sering dikeluhkan adalah
kebisingan orang-orang di lingkungan kerjanya. Jadi, menjaga ketenangan haruslah menjadi
prioritas karyawan.
9. Kontrol Telepon Selular
Pastikan suara
ponsel tak mengganggu orang lain. Sebaiknya selama jam kerja matikan nada
dering, cukup gunakan fitur getar saja.
10. Jangan Berisik Saat Mendengarkan
Musik
Kalau mau mendengarkan alunan musik selagi bekerja,
kecilkan nadanya atau kenakan headphone. Ingat, ini menyangkut selera. Jenis musik
yang menurut Anda enak dinikmati bisa jadi terdengar aneh dan tak mengenakkan
di telinga rekan kerja.
11. Hargai Privasi Orang Lain
Meskipun kesempatan ada di depan mata, jangan pernah
membaca fax, e-mail, surat ataupun layar komputer siapa saja. Ingatlah juga
saat hendak mengirim e-mail, pastikan Anda tidak menulis sesuatu yang kira-kira
akan meledak jadi masalah besar jika di-forward ke sana kemari. Jangan salah, dalam
dunia maya, siapa pun dapat mem-forward e-mail yang diterimanya. Kita harus
mewaspadai hal ini.
12. Jangan Jadi Sumber Bau
Menyantap
makanan tertentu yang beraroma menyengat di meja kerja Anda, melepas alas kaki,
mengenakan parfum menyengat atau menyemprotkan penyegar udara saat jam kerja
bisa mengganggu rekan keja yang tergolong sensitif.
13. Jaga Kerapian Area Kerja
Tak sedikit
yang mengatakan kalau meja kerja yang bersih mencerminkan pikiran yang bersih
dan cara kerja yang sistematis. Jadi kalau tak ingin dianggap sebagai sosok
urakan atau pekerja ceroboh, jaga
kerapian meja kerja.
14.
Hormat Senior Anda dan Lakukan
Sebagaimana Mestinya Tanpa Bersikap Berlebihan
Banyak perusahaan punya tingkat hierarki
sendiri, pelajari dan sesuaikan sikap Anda pada tiap tingkatan. Misal : Jangan
anggap bos seperti teman bermain atau bercanda.
15. Hormati Cara
Pandang Orang Lain
Selesaikan
pertentangan yang terjadi dengan luwes. Kenali perbedaan pendapat tentang
agama, politik, moral serta gaya hidup masing-masing orang, tapi jangan
paksakan apa yang menjadi keyakinan Anda.
16. Tangani Beban
Kerja Anda
Tanpa
perlu melimpahkannya pada orang lain. Stres memang tidak dapat dihindari, namun
saat mengalaminya Anda harus menyalurkannya pada hal yang lebih positif, tanpa
perlu marah atau membentak rekan kerja Anda.
III.
Aktivitas Bisnis
Internasional – Masalah Budaya
Bisnis
internasional merupakan kegiatan bisnis yang dilakukan melewati batas – batas
suatu Negara. Transaksi bisnis seperti ini merupakan transaksi bisnis
internasional yang sering disebut sebagai Bisnis Internasional (International Trade) ada juga yang menyebutnya
sebagai Pemasaran Internasional (International
Marketing). Dilain pihak transaksi bisnis itu dilakukan oleh suatu
perusahaan dalam suatu negara dengan perusahaan lain atau individu di negara
lain disebut Pemasaran Internasional
(International Marketing).
Pemasaran internasional
inilah yang biasanya diartikan sebagai Bisnis Internasional, meskipun pada
dasarnya ada dua pengertian. Jadi, kita dapat membedakan adanya dua buah
transaksi bisnis Internasional. Melaksanakan bisnis internasional tentu saja
akan lebih banyak memiliki hambatan ketimbang di pasar domestik. Negara lain
tentu saja akan memiliki berbagai kepentingan yang sering kali menghambat
terlaksananya transaksi bisnis internasional. Disamping itu, kebiasaan atau
budaya negara lain tentu saja akan berbeda dengan negeri sendiri.
IV. Akuntabilitas Sosial
Tujuan
Akuntanbilitas Sosial, antara lain :
§ Untuk
mengukur dan mengungkapkan dengan tepat seluruh biaya dan manfaat bagi
masyarakat yang ditimbulkan oleh aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan
produksi suatu perusahaan.
§ Untuk
mengukur dan melaporkan pengaruh kegiatan perusahaan terhadap lingkungannya,
mencakup : financial dan managerial social accounting, social auditing.
§ Untuk
menginternalisir biaya sosial dan manfaat sosial agar dapat menentukan suatu
hasil yang lebih relevan dan sempurna yang merupakan keuntungan sosial suatu
perusahaan.
Salah satu alasan utama kemajuan
akuntabilitas sosial menjadi lambat yaitu kesulitan dalam pengukuran kontribusi
dan kerugian. Prosesnya terdiri dari atas tiga langkah, diantaranya :
o
Menentukan biaya dan manfaat sosial
Sistem nilai masyarakat merupakan faktor
penting dari manfaat dan biaya sosial. Masalah nilai diasumsikan dapat diatasi
dengan menggunakan beberapa jenis standar masyarakat dan mengidentifikasikan
kontribusi dan kerugian secara spesifik
o
Kuantifikasi terhadap biaya dan manfaat
Saat aktivitas yang menimbulkan biaya
dan manfaat sosial ditentukan dan kerugian serta kontribusi.
o
Menempatkan nilai moneter pada jumlah
akhir.
v. Manajemen Krisis
Manajemen
krisis adalah respon pertama perusahaan terhadap sebuah kejadian yang dapat
merubah jalannya operasi bisnis yang telah berjalan normal. Artinya, terjadi
gangguan pada proses bisnis ‘normal’
yang menyebabkan perusahaan mengalami kesulitan untuk mengoptimalkan
fungsi-fungsi yang ada, dan dengan demikian dapat dikategorikan sebagai krisis.
Pendekatan yang dikelola dengan baik sebagai respon terhadap kejadian itu
terbukti secara signifikan sangat membantu meyakinkan para pekerja, pelanggan,
mitra, investor, dan masyarakat luas akan kemampuan organisasi melewati masa
krisis.
Kejadian
buruk dan krisis yang melanda dunia bisnis dapat mengambil beragam bentuk.
Mulai dari bencana alam seperti : Tsunami, musibah teknologi (kebakaran,
kebocoran zat-zat berbahaya) sampai kepada karyawan yang mogok kerja.
Segala
kejadian buruk dan krisis, berpotensi menghentikan proses normal bisnis yang
telah dan sedang berjalan, membutuhkan penanganan yang segera (immediate) dari pihak manajemen. Penanganan
yang segera ini kita kenal sebagai manajemen krisis (crisis management).
Saat ini, manajemen krisis dinobatkan sebagai ‘new corporate discipline’.
Saat ini, manajemen krisis dinobatkan sebagai ‘new corporate discipline’.
Aspek dalam
Penyusunan Rencana Bisnis
Setidaknya terdapat enam aspek yang
mesti kita perhatikan jika kita ingin menyusun rencana bisnis yang lengkap, yaitu
tindakan untuk menghadapi :
1.
Situasi darurat (emergency response)
2.
Skenario untuk pemulihan dari bencana (disaster
recovery)
3.
Skenario untuk pemulihan bisnis (business
recovery)
4.
Strategi untuk memulai bisnis kembali (business
resumption)
5.
Menyusun rencana-rencana kemungkinan (contingency
planning)
6.
Manajemen krisis (crisis management)
Penanganan
Krisis
Pada hakekatnya dalam setiap penanganan
krisis, perusahaan perlu membentuk tim khusus. Tugas utama tim manajemen krisis
ini terutama adalah mendukung para karyawan perusahaan selama masa krisis
terjadi. Kemudian menentukan dampak dari krisis yang terjadi terhadap operasi
bisnis yang berjalan normal, dan menjalin hubungan yang baik dengan media untuk
mendapatkan informasi tentang krisis yang terjadi. Sekaligus menginformasikan
kepada pihak-pihak yang terkait terhadap aksi-aksi yang diambil perusahaan
sehubungan dengan krisis yang terjadi.
Dalam menghadapi krisis dibutuhkan
kepemimpinan yang efektif. Sang pemimpin mesti mengetahui tujuan dan strategi
yang jelas untuk mengatasai krisis. Tentu harus dilandasi oleh rasa optimisme
terhadap penyelesaian krisis. Mintalah dukungan dari semua orang, dan tunjukkan
bahwa perusahaan mampu menghadapi krisis
yang terjadi ini dengan baik. Tenangkan hati
mereka. Ajaklah seluruh anggota organisasi untuk terlibat dalam mencari dan
menjalani solusi krisis yang telah disusun bersama.
Suatu
krisis menurut pendapat Steven Fink (1986) dapat dikategorikan kedalam empat
level perkembangan, yakni :
1.
Masa
pre-krisis
Suatu
krisis yang besar biasanya telah didahului oleh suatu pertanda bahwa bakal ada
krisis yang terjadi. Masa terjadinya atau munculnya pertanda ini disebut masa pre-krisis. Seringkali tanda-tanda
ini oleh karyawan yang bertugas sudah disampaikan kepada pejabat yang
berwenang, tetapi oleh pejabat yang berwenang tidak ditanggapi. Oleh karena si pelapor
merasa laporannya tidak ditanggapi dia
ikut diam saja. Bila keadaan yang lebih buruk terjadi dia lebih baik memilih
diam daripada laporan dia tidak ditanggapi. Misalnya kasus kapal di laut yang
akan dilanda oleh topan, dan tidak ada jalan keluar kecuali menghadapi topan
tersebut. Namun oleh karena sudah diantisipasi terjadinya, sang nakhoda akan
lebih siap menghadapi krisis tersebut. Misalnya mengarahkan kapalnya ke batu
karang. Dari contoh ini kita dapat menarik pelajaran bahwa menghadapi krisis
yang tidak terelakkan bila kita sudah tahu, kita akan lebih siap.
2.
Masa
Krisis Akut (Acute stage)
Bila
pre-krisis tidak dideteksi dan tidak
diambil tindakan yang sesuai maka masa yang paling ditakuti akan terjadi. Kasus
biskuit beracun setelah korban berjatuhan, misalnya cepat sekali mendapat
sorotan media massa sebagai suatu berita yang hangat dan masuk halaman pertama. Keadaan yang demikian
akan menimbulkan suasana yang paling kritis bagi perusahaan, khususnya bagi
perusahaan yang produknya tercemar racun. Informasi tersebut berkembang dengan
cepat dikalangan masyarakat dari mulut ke mulut. Setelah itu berkembang masalah
baru berupa ‘rumor’ bahwa banyak
makanan lain yang ikut tercemar. Beberapa bahan makanan yang dilaporkan
tercemar racun adalah minyak goreng, bakso, bakmi, rokok, dan beberapa jenis
jajanan pasar. Memang isu keracunan ini akan merembet ke makanan yang sejenis
Hal ini disebut dengan proses generalisasi. Fenomena generalisasi ini juga
terjadi pada pabrik yang mempunyai cabang di tempat lain, atau pabrik yang
memproduksi barang yang hampir sama.
3.
Masa
kronis krisis
Masa
ini adalah masa pembersihan akibat dari krisis
akut. Masa ini adalah masa recovery,
masa mengintrospeksi kenapa krisis sampai terjadi. Masa ini bagi mereka yang
gagal total menangani krisis adalah masa kegoncangan manajemen atau masa
kebangkrutan perusahaan. Bagi mereka yang bisa menangani krisis dengan baik ini
adalah masa yang menenangkan.Masa kronis berlangsung panjang, tergantung pada
jenis krisis. Masa kronis adalah masa pengembalian kepercayaan publik terhadap
perusahaan.
4.
Masa
kesembuhan dari krisis
Masa
ini adalah masa perusahaan sehat kembali seperti keadaan sedia kala. Pada fase
ini perusahaan akan semakin sadar bahwa krisis dapat terjadi sewaktu-waktu dan
lebih mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
Contoh Kasus Isu
Etika Signifikan Dalam Dunia Bisnis dan Profesi :
“
Penggelembungan Nilai (mark up) PT. Kimia Farma
Tbk ”
Penggelembungan
nilai (mark up) PT. Kimia Farma Tbk pada tahun 2001 (Arifin, 2005). Laba bersih dilaporkan sebesar Rp 132 miliar lebih, padahal seharusnya hanyalah sebesar Rp 99,6
miliar. Berdasarkan hasil pemeriksaan BAPEPAM, penggelembungan sebesar Rp 32,7 miliar tersebut
berasal dari:
·
overstated atas penjualan pada Unit Industri Bahan Baku
sebesar Rp 2,7 miliar,
·
overstated atas persediaan barang pada Unit Logistik Sentral
sebesar Rp 23,9 miliar, dan
·
overstated pada persediaan barang sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated atas penjualan sebesar Rp
10,7 miliar pada unit Pedagang Besar Farmasi (PBF).
Arifin (2005) menyatakan bahwa para akuntan adalah salah satu profesi
yang terlibat secara langsung dalam pengelolaan perusahaan (corporate governance). Dalam hubungannya
dengan prinsip good corporate governance
(GCG), peran akuntan secara signifikan terlibat dalam berbagai aktivitas
penerapan prinsip-prinsip GCG.
Terbongkarnya kasus–kasus khususnya ilmu akuntansi yang terlibat dalam praktik manajemen laba memberikan
kesadaran tentang betapa pentingnya peran dunia pendidikan dalam menciptakan
sumber daya manusia yang cerdas dan bermoral. Ungkapan tersebut mengisyaratkan
bahwa sikap dan perilaku moral (akuntan) dapat terbentuk melalui proses pendidikan
yang terjadi dalam lembaga pendidikan akuntansi, dimana mahasiswa sebagai input,
sedikit banyaknya akan memiliki keterkaitan dengan akuntan yang dihasilkan
sebagai output.
Kasus pelanggaran etika
seharusnya tidak terjadi apabila setiap akuntan mempunyai pengetahuan,
pemahaman, dan kemauan untuk menerapkan nilai-nilai moral dan etika secara
memadai dalam pelaksanaan pekerjaan profesionalnya (Ludigdo, 1999). Oleh karena itu, terjadinya berbagai kasus
sebagaimana disebutkan di atas, seharusnya memberi kesadaran untuk lebih
memperhatikan etika dalam melaksanakan pekerjaan profesi akuntan.
Pertanyaan–pertanyaan tentang dugaan atas pelanggaran
etika profesi akuntan terhadap kepercayaan publik telah menimbulkan campur
tangan pemerintah. Ponemon dan Gabhart
(1993), memberikan argumen bahwa
hilangnya kepercayaan publik dan meningkatnya
campur tangan dari pemerintah pada gilirannya menimbulkan dan membawa kepada
matinya profesi akuntan, dimana masalah etika melekat dalam lingkungan
pekerjaan para akuntan professional (Ponemon
dan Gabhart, 1993; Leung dan Cooper, 1995).
Para akuntan profesional cenderung mengabaikan
persoalan moral bilamana menemukan masalah yang bersifat teknis (Volker,1984; Bebeau, dkk. 1985, dalam Marwanto, 2007), artinya bahwa para akuntan
profesional cenderung berperilaku tidak bermoral apabila dihadapkan dengan
suatu persoalan akuntansi.
Disisi lain, karakter moral berkenaan dengan
personaliti, seperti kekuatan ego, keteguhan ego, kegigihan, kekerasan hati, pemikiran dan kekuatan akan pendirian serta
keberanian yang berguna untuk melakukan tindakan yang benar (Rest, 1986). Seorang individu yang
memiliki kemampuan dalam menentukan apa yang secara moral baik atau buruk dan
benar atau salah, mungkin bisa gagal atau salah dalam berkelakuan secara moral
sebagai hasil dari kegagalan dalam mengidentifikasi persoalan-persoalan moral (Walker, 2002). Dalam berkelakuan secara moral seorang
individu dipengaruhi oleh faktor-faktor individu yang dimilikinya.
Jones
(1991) telah mengembangkan suatu model isu-kontinjen
untuk menguji pengaruh persepsi intensitas moral dan menghubungkannya dengan ‘model empat komponen Rest’. Rest (1986) membangun model kognitif tentang pengambilan keputusan (empat model komponen) untuk menguji
pengembangan proses-proses pemikiran moral dan perilaku individu (Chan dan Leung, 2006). Rest menyatakan bahwa untuk bertindak
secara moral, seorang individu melakukan empat dasar proses psikologi, yaitu :
1.
Sensitivitas Moral (Moral Sensitivity)
2. Pertimbangan Moral (Moral Judgment)
3. Motivasi Moral (Moral Intentions), dan
4. Perilaku Moral (Moral Behavior)).
Jones
(1991) mengungkapkan bahwa
isu-isu intensitas moral secara signifikan mempengaruhi proses pembuatan
keputusan moral. Penelitian sebelumnya telah menguji pengaruh komponen dari
intensitas moral terhadap sensitivitas moral (Singhapakdi dkk., 1996; May dan Pauli, 2000), pertimbangan moral (Webber, 1990, 1999; Morris dan McDonald,
1995; Ketchand dkk., 1999; Shafer dkk., 1999), dan intensi moral (Singhapakdi dkk., 1996, 1999; Shafer dkk.,
1999; May dan Pauli, 2000). Dalam penelitian-penelitian tersebut, beberapa
komponen intensitas moral ditemukan berpengaruh secara signifikan dalam proses
pembuatan keputusan moral dari berbagai responden. Bagaimanapun, terdapat
sedikit penelitian yang melakukan pengujian pada berbagai karakteristik dari
isu-isu dan pengaruhnya terhadap proses pembuatan keputusan moral pada
mahasiswa akuntansi.
Kesimpulan
Kasus :
Kasus-kasus pelanggaran terhadap etika dalam
dunia bisnis yang terjadi di Indonesia belakangan ini seharusnya mengarahkan
kebutuhan bagi lebih banyak penelitian yang meneliti mengenai pembuatan
keputusan etis. Kerasnya isu dalam hal pembuatan keputusan moral terasa sangat
penting dalam menegakkan kembali martabat dan kehormatan profesi akuntan yang
sedang dilanda krisis kepercayaan dari masyarakat luas.
Penelitian pengembangan etika akuntan
profesional seharusnya dimulai dengan penelitian mahasiswa akuntansi di bangku
kuliah, dimana mereka ditanamkan perilaku moral dan nilai-nilai etika
profesional akuntan (Jeffrey, 1993). Menurut Ponemon
dan Glazer (1990), bahwa sosialisasi etika profesi akuntan pada kenyataanya
berawal dari masa kuliah, dimana mahasiswa akuntansi sebagai calon akuntan
profesional di masa datang.
Sumber :