Rabu, 11 November 2015

Kode Etik Profesi Akuntansi

Nama     : Ayu Putrisari
Npm      : 21212291

Kelas     : 4EB19


I.  Kode Perilaku Profesional

Perilaku etika merupakan fondasi peradaban modern. Etika mengacu pada suatu sistem atau kode perilaku berdasarkan kewajiban moral yang menunjukkan bagaimana seorang individu harus berperilaku dalam masyarakat. Profesionalisme didefinisikan secara luas mengacu  pada perilaku, tujuan dan kualitas yang membentuk karakter atau ciri suatu profesi atau orang-orang profesional. Seluruh profesi menyusun aturan atau kode perilaku yang mendefinisikan perilaku etika bagi anggota profesi tersebut.

v Garis besar kode etik dan perilaku professional adalah :

a.  Kontribusi untuk masyarakat dan kesejahteraan manusia
Prinsip mengenai kualitas hidup semua orang menegaskan kewajiban untuk melindungi hak asasi manusia dan menghormati keragaman semua budaya. Sebuah tujuan utama profesional komputasi adalah untuk meminimalkan konsekuensi negatif dari sistem komputasi, termasuk ancaman terhadap kesehatan dan keselamatan.

b.  Hindari menyakiti orang lain.
    “Harm” berarti konsekuensi cedera, seperti hilangnya informasi yang tidak diinginkan, kehilangan harta benda, kerusakan harta benda, atau dampak lingkungan yang tidak diinginkan.

c.  Bersikap jujur dan dapat dipercaya.
    Kejujuran merupakan komponen penting dari kepercayaan. Tanpa kepercayaan suatu organisasi tidak dapat berfungsi secara efektif.

d.  Bersikap adil dan tidak mendiskriminasi.
    Nilai – nilai kesetaraan, toleransi, menghormati orang lain, dan prinsip – prinsip keadilan yang sama dalam mengatur perintah.

e.  Hak milik yang temasuk hak cipta dan hak paten.
Pelanggaran hak cipta, hak paten, rahasia dagang dan syarat – syarat perjanjian lisensi dilarang oleh hukum di setiap keadaan.

f.  Memberikan kredit yang pantas untuk property intelektual.
    Komputasi profesional diwajibkan untuk melindungi integritas dari kekayaan intelektual.

g.  Menghormati privasi orang lain.
Komputasi dan teknologi komunikasi memungkinkan pengumpulan dan pertukaran informasi pribadi pada skala yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam sejarah peradaban.

h.  Kepercayaan.
     Prinsip kejujuran meluas ke masalah kerahasiaan informasi setiap kali salah satu telah membuat janji eksplisit untuk menghormati kerahasiaan atau, secara implisit, saat informasi pribadi tidak secara langsung berkaitan dengan pelaksanaan tugas seseorang.

II.       Prinsip-prinsip Etika IFAC, AICPA, IAI
2
  Kode Etik Prinsip-prinsip Dasar Akuntan Profesional  IFAC 2005 – Section 100.4. Seorang akuntan professional diharuskan untuk mematuhi prinsip-prinsip dasar berikut :

IFAC atau International Federation of Accountants mempunyai tugas untuk membuat standar internasional pada etika, auditing dan assurance, pendidikan akunting, dan akuntansi sector public.Langkah pertama yang harus dilakukan oleh seorang auditor dalam menjalankan tugasnya adalah dengan memahami  IFAC’s International Ethics Standards Board for Accountants (IESBA). 

1. Integritas
Seorang akuntan profesional harus bertindak tegas dan jujur dalam semua hubungan bisnis dan profesionalnya.

2. Objektivitas
Seorang akuntan profesional seharusnya tidak boleh membiarkan terjadinya bias, konflik kepentingan, atau dibawah pengaruh orang lain sehingga mengesampingkan pertimbangan bisnis dan profesional.

3. Kompetensi profesional dan kehati-hatian
Seorang akuntan profesional mempunyai kewajiban untuk memelihara pengetahuan dan keterampilan profesional secara berkelanjutan pada tingkat yang dipelukan untuk menjamin seorang klien atau atasan menerima jasa profesional yang kompeten yang didasarkan atas perkembangan praktik, legislasi, dan teknik terkini.

4. Kerahasiaan
Seorang akuntan profesional harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperolehnya sebagai hasil dari hubungan profesional dan bisnis serta tidak boleh mengungkapkan informasi apapun kepada pihak ketiga tanpa izin yang benar dan spesifik, kecuali terdapat kewajiban hukum atau terdapat hak profesional untuk mengungkapkannya.

5. Perilaku Profesional
Seorang akuntan profesional harus patuh pada hukum dan perundang-undangan yang relevan dan harus menghindari tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

Kode Perilaku Profesional AICPA terdiri atas dua bagian:
a. Prinsip-prinsip Perilaku Profesional menyatakan tindak – tanduk dan perilaku ideal.
b. Aturan Perilaku menentukan standar minimum.

Prinsip Etika AICPA

1. Tanggung Jawab
Dalam menjalankan tanggung jawab sebagai seorang profesional,anggota harus menjalankan pertimbangan moral dan profesional secara sensitif.

2. Kepentingan Publik
Anggota harus menerima kewajiban mereka untuk bertindak sedemikian rupa demi melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan komitmen atas profesionalisme.

3. Integritas
Untuk memelihara dan memperluas keyakinan publik, anggota harus melaksanakan semua tanggung jawab profesinal dengan ras integritas tertinggi.

4. Objektivitas dan Independensi
Seorang anggota harus memelihara objektivitas dan bebas dari konflik kepentingan dalam menunaikan tanggung jawab profesional. Seorang anggota dalam praktik publik seharusnya menjaga independensi dalam faktadan penampilan saat memberikan jasa auditing dan atestasi lainnya.

5. Kehati-hatian (due care)
Seorang anggota harus selalu mengikuti standar-standar etika dan teknis profesi terdorong untuk secara terus menerus mengembangkan kompetensi dan kualitas jasa, dan menunaikan tanggung jawab profesional sampai tingkat tertinggi kemampuan anggota yang bersangkutan.

6. Ruang Iingkup dan Sifat Jasa
Seorang anggota dalam praktik publik harus mengikuti prinsip-prinsip kode Perilaku Profesional dalam menetapkan ruang lingkup an sifat jasa yang diberikan

Prinsip Etika Profesi menurut Ikatan Akuntansi Indonesia yaitu :

     1. Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya.

    2.  Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.

     3. Satu ciri utama dari suatu profesi
Adalah penerimaan tanggung-jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik dari profesi akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepacla obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.


III. Aturan dan Interpestasi Etika

Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dimaksudkan sebagai panduan dan aturan bagi seluruh anggota, baik yang berpraktik sebagai akuntan publik, bekerja di lingkungan dunia usaha, pada instansi pemerintah, maupun di lingkungan dunia pendidikan dalam pemenuhan tanggung-jawab profesionalnya.

a) Aturan
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat empat kebutuhan dasar yang harus dipenuhi :
Kredibilitas
Masyarakat membutuhkan kredibilitas informasi dan sistem informasi.
Profesionalisme
Diperlukan individu yang dengan jelas dapat diidentifikasikan oleh pemakai jasa Akuntan sebagai profesional di bidang akuntansi.
Kualitas Jasa
Terdapatnya keyakinan bahwa semua jasa yang diperoleh dari akuntan diberikan dengan standar kinerja tertinggi.
Kepercayaan
Pemakai jasa akuntan harus dapat merasa yakin bahwa terdapat kerangka etika profesional yang melandasi pemberian jasa oleh akuntan.

b) Interpretasi
Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia terdiri dari tiga bagian:
(1) Prinsip Etika,
(2) Aturan Etika, dan
(3) Interpretasi Aturan Etika.
Prinsip Etika memberikan kerangka dasar bagi Aturan Etika, yang mengatur pelaksanaan pemberian jasa profesional oleh anggota. Prinsip Etika disahkan oleh Kongres dan berlaku bagi seluruh anggota, sedangkan Aturan Etika disahkan oleh Rapat Anggota Himpunan dan hanya mengikat anggota Himpunan yang bersangkutan.
Aturan Etika merupakan interpretasi yang dikeluarkan oleh Badan yang dibentuk oleh Himpunan setelah memperhatikan tanggapan dari anggota, dan pihak-pihak berkepentingan lainnya, sebagai panduan dalam penerapan Aturan Etika, tanpa dimaksudkan untuk membatasi lingkup dan penerapannya. Pernyataan Etika Profesi yang berlaku saat ini dapat dipakai sebagai Interpretasi dan atau Aturan Etika sampai dikeluarkannya aturan dan interpretasi baru untuk menggantikannya.

Kesimpulan :

 Kode etik profesi akuntansi merupakan suatu tingkah laku atau perbuatan dalam   melaksanakan      pekerjaannya dalam aktivitas  dalam  profesi akuntansi , dan harus memenuhi tanggung jawab    profesionalnya. Kode etik profesi akuntansi ini sangat penting karena untuk mencegah terjadinya  kecurangan (fraud). Lembaga yang menaungi profesi akuntan di Indonesia adalah Ikatan Akuntan        Indonesia (IAI).


Contoh Kasus Kode Etik Profesi Akuntansi :

“ Kasus Pelanggaran Kode Etik Akuntansi PT. Great River International, Tbk ”

Kasus pelanggaran kode etik akuntansi pada akuntan publik Justinus Aditya Sidharta yang diindikasikan melakukan kesalahan dalam mengaudit laporan keuangan PT. Great River Internationational, Tbk yang menyebabkan mengalami penggelembungan akun penjualan, piutang dan aset hingga ratusan milyar rupiah pada laporan keuangan PT. Great River yang mengakibatkan perusahaan tersebut akhirnya kesulitan arus kas dan gagal dalam membayar utang.

Bapepam menyatakan bahwa akuntan publik yang memeriksa laporan keuangan Great River ikut menjadi tersangka. Oleh sebab itu Mentteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal 28 November 2006 telah membekukan izin akuntan publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan lapotan audit atas laporan keuangan konsolidasi PT. Great River tahun 2003.

PT. Great River International mulai mengalami kesulitan keuangan dengan mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) ke Pengadilan Niaga. Permohonan PKPU tersebut diajukan sehubungan dengan permohonan pailit yang diajukan oleh Citibank atas uang senilai US$10.000.000 yang berasaal dari US$2.000.000 dari Revolving Credit Agreement pada 16 februari 1994 dan US$8.000.000 dari Revolving Credit Agreement-Domestic Trade Payable Onshore tanggal 16 november 1995.

PT. Great River International memperkirakan jumlah kewajibannya yang telah dan akan jatuh tempo, diluar utangnya kepada Citibank, adalah sebesar US$179.291.292. Sedangkan total aset yang dimiliki diperkirakan Rp.1.674.716.315.355. Perusahaan garmen PT. Great River International, Tbk membekukan laba bersih sebesar 1,023 trilyun rupiah per september 2002, melonjak dari periode yang sama tahun sebelumnya yang masih membekukan rugi sebesar 11,298 milyar rupiah. Demikian dikemukakan Dirut Great River Sunjoto Tanudjaja dalam laporan keuangan kepada Bursa Efek Jakarta (BEJ).

Lonjakan laba bersih itu lebih disebabkan adanya pendapatan pos luar biasa dari hasil restrukturisasi utang sebesar 1.277 trilyun rupiah, dari total utang sebesar 172,5 juta dollar AS. Great River memperoleh potongan utang sebesar 885% atau untuk setiap dollar utangnya, perseroan hanya membayar 15 sen. Oleh karena itu pos-pos yang tadinya untuk membayar utang karena ada koreksi pembukuan berubah menjadi keuntungan. Secara langsung pendapata dari pos luar biasa tersebut tidak mempengaruhi aliran dana tunai (cashflow) perusahaan, tetapi mengubah struktur keuangan perseroan menjadi positif. Sebagaimana dialami berbagai emiten lainnya, perusahaan garmen ini mengalami kesulitan keuangan semenjak krisis ekonomi tahun 1998. Melonjaknya nilai tukar dollar AS terhadap rupiah membuat nilai utang perseroan melejit ke atas. Proses renstruksi yang sudah dirintis manajemen selama 4 tahun sejak tahun 1998 tersebut akhirnya membuahkan hasil dengan penandatangan scheme buy back (skema pembelian kembali) utang pada bulan agustus 2002.

Pada tahun 2005, salah satu pemegang saham PT. Great River International, Tbk mengajukan diadakannya Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) untuk menindaklanjuti hasil audit investigasi Akuntan Publik Amir Abadi Jusuf dan Mawar. Dalam RUPSLB tersebut, akandimintakan persetujuan pelaksanaan kuasi reorganisasi terhadap hasil audit investigasi terhadap perseroan yang dilakukan oleh KAP Amir Abadi Jusuf & Mawar pada november 2005. Selain itu, RUPSLB juga akan meminta persetujuan soal restrukturiasi seluruh utang perseroan yakni mengkonversi sebagian atau seluruh utang menjadi saham perseroan. Termasuk pula persetujuan soal penambahan modal sehubungan dengan konversi sebagian atau seluruh utang perseroan menjadi saham perseroan.

Kronologi Kasus:
Ø 23 November 2005
Sejak Agustus 2005,Bapepam menyidik akuntan publik yang mengaudit keuangan PT. Great River International tahun buku 2003. Bapepam menemukan adanya:   
1.  Overstatement atas penyajian akun penjualan dan piutang dalam Laporan Keuangan GRIV per 31 Desember 2003
2.  Penambahan aktiva tetap perseroan, khususnya yang terkait dengan penggunaan dana hasil emisi obligasi yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya.

Ketua Bapepam Fuad Rahmany meyatakan telah menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan perusahaan tekstil tersebut. “Dalam kasus Great River ini, akuntan dengan emitennya terlibat konspirasi,” katanya. Tapi tidak bersedia menjelaskan secara detail praktek konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River itu. Berdasarkan hal-hal terebut Bapepam pada tanggal 22 November 2005 meningkatkan  pemeriksaan atas kasus GRIV ke tahap penyidikan. Sehubungan dengan tingkat penyidikan tersebut Bapepam telah dan akan berkoordinasi dengan instansi penegak hukum terkait.

Ø 29 Maret 2006
ECW Neloe Dirut Bank Mandiri memenuhi panggilan penyidik Kejaksaan Agung untuk diperiksa terkait kredit macet PT. Great River International (PT GRI) yang bersangkutan diperiksa dalam dugaan penyimpangan pembelian obligasi PT GRI oleh Bank Mandiri.

Ø 17 Mei 2006
Sunyoto Tanudjaja (ST) bos PT. Great River International jadi buronan keberadaanya belum diketahui. Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung mengeluarkan surat perintah penangkapan.

Ø 28 November 2006
Menteri Keuangan RI terhitung sejak tanggal 2006 telah membekukan izin Akuntan Publik Justinus Aditya Sidharta selama dua tahun. Sanksi tersebut diberikan karena Justinus terbukti melakukan pelanggaran terhadap Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP) berkaitan dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan Konsolidasi Publik PT. Great River International, Tbk (Great River) tahun 2003. Selama izinnya dibekukan, Justinus dilarang memberikan jasa atestasi (pernyataan pendapat atau pertimbangan akuntan publik) termasuk audit umum, review, audit kerja, dan audit khusus. Dia juga dilarang menjadi pemimpin rekan atau pemimpin cabng kantor akuntan publik (KAP). Namun yang bersangkutan tetap bertanggung jawab atas jasa-jasa yang telah diberikan serta wajib memenuhi ketentuan untuk mengikuti Pendidikan Profesional Berkelanjutan (PPL).

Pembekuan izin oleh menkeu ini merupakan tindak lanjut atas surat keputusan Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BPPAP) nomor 002/VI/SK-BPPAP/VI/2006 tanggal 15 juni 2006 yang membekukan Justinus dari keanggotaan Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik (IAI-KAP). Hali ini sesuai dengan keputusan menkeu Nomor 423/KMK.06/2006 tentang jasa akuntan publik sebagaiman telah diubah dengan peratuan menkeu nomor 359/KMK.06/2003 yang menyatakan bahwa akuntan publik dikenakan sanksi pembekuan izin apabila akuntan publik yang bersangkutan mendapat sanksi pembekuan keanggotaan dari IAI dan atau IAI-KAP.

Ø 04 Desember 2006
Pengumuman oleh Bursa Efek Surabay bahwa PT. Great River International, Tbk memenuhi kriteria delisting dengan menunjuk keterlambatan penyampaian laporan keuangan:
1.      Untuk tanggal yang berakhir pada 31 Desember 2004 (audited)
2.      Untuk tanggal yang berakhir pada 30 Juni 2005
3.      Untuk tanggal yang berakhir pada 31 Desember 2005 (audited)
4.      Untuk tanggal yang berakhir pada 30 juni 2006

Ø 08 Desember 2006
Kasus Great River semakin mencuat setelah adanya temuan auditor investigasi Aryanto, Amir jusuf, dan Mawar yang menemukan indikasi penggelembungan account penjualan, piutang, dan aset hingga ratusan milyar rupiah di Great River. Akibatnya, Great River mengalami kesulitan arus kas dan gagal membayar utang. Perusahaan tidak mampu membayar utang Rp.250.000.000.000 kepada Bank Mandiri dan gagal membayar obligasi senilai Rp.400.000.000.000. Kuasa hukum Sunjoto Tanudjaja, J.Pieter Nazar menyatakan sudah mengetahui kliennya akan disangkakan terlibat dalam manipulasi laporan keuangan Great River bersama oknum akuntan publik.

Ø 20 Desember 2006
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) telah melimpahkan kasus penyajian laporan keuangan Great River ke kejaksaan agung pada tanggal 20 Desember 2006. Dalam laporan tersebut, empat anggota direksi perusahaan tekstil itu ditetapkan mnjadi tersangka, termasuk pemiliknya Sundjoto Tanudjaja. Bapepam menemukan adanya indikasi konspirasi dalam penyajian laporan keuangan Great River. Tak tertutup kemungkinan, akuntan publik yang menyajikan laporan keuangan Great River itu ikut menjadi tersangka.

Ø 02 April 2007
Menunjuk pengumuman bursa No. Peng-01/BEJ-PSJ/SPT/01-2005 tertanggal 13 januari 2005 mengenai suspensi perdagangan saham GRIV yang telah berjalan lebih dari 2 tahun, serta kondisi PT. Great River International, Tbk yang saat ini tidak berjalan normal (operasional perusahaan lumpuh) sesuai kapasitas yang ada dan dipandang berpengaruh terhadap going concern perusahaan tercatat, dimana belum terdapat indikasi pemulihan yang memadai atas kondisi tersebut, maka mengacu pada Peraturan Pencatatan PT Bursa Efek Jakarta Nomor I-I tentang penghapusan pencatatan (Delisting) dan pencatatan kembali (Relisting) saham di bursa angka III.3.1, bursa menghapus pencatatan saham perusahaan tercatat sesuai dengan ketentuan peraturan ini apabila perusahaan tercatat mengalami sekurang-kurangnya satu kondisi di bawah ini:

1. Mengalami kondisi atau peristiwa yang secara signifikan berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara financial atau secara hukum, atau terhadap kelangsungan status perusahaan tercatat sebagai perusahaan terbuka,dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukan indikasi pemulihan yang memadai.

2. Saham perusahaan tercatat yang akibat suspensi di pasar reguler dan pasar tunai hanya di perdagangkan di pasar negosiasi sekurang-kurangnya 24 bulan terakhir. Atas dasar hal tersebut Bursa Efek Jakarta memutuskan untuk menghapuskan pencatatan Efek PT. Great River International, Tbk yang berlaku efektif pada tanggal 2 Mei 2007. Selainitu terdapat pertimbangan lain yang mendasari keputusan penghapusan pencatatan Efek perseroan yaitu belum dipenuhinya kewajiban penyampaian laporan keuangan dan kewajiban financial perseroan kepada Bursa berupa penyampaian Laporan Keuangan Tahunan Auditan tahun 2004 dan 2005 serta Laporan Keuangan Triwulan I, Tengah tahunan dan Triwulan III tahun 2005 dan 2006 serta denda keterlambatan penyampaian laporan keuangan baik Auditan maupun Triwulanan tahun 2004, 2005, dan 2006 dan pembayaran biaya pencatatan tahunan (ALF) tahun 2005 dan 2006 hingga saat dikeluarkannya pengumuman ini.

Kesimpulan Kasus :
Salah satu hal yang ditekankan pasca skandal ini adalah perlunya etika profesi. Selama ini bukan berarti etika professi tidak penting bahkan sejak awal professi akuntan sudah memiliki dan terus menerus memperbaiki Kode Etik Professinya baik di USA maupun di Indonesia. Etika adalah aturan tentang baik dan buruk. Kode etik mengatur anggotanya dan menjelaskan hal apa yang baik dan tidak baik dan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan sebagai anggota professi baik dalam berhubungan dengan kolega, langganan, masyarakat dan pegawai. Kenyataannya konsep etika yang selama ini dijadikan penopang untuk menegakkan praktik yang sehat yang bebas dari kecurangan tampaknya tidak cukup kuat menghadapi sifat sifat “selfish dan egois”, kerakusan ekonomi yang dimiliki setiap pelaku pasar modal, dan manajemen yang bermoral rendah yang hanya ingin mementingkan keuntungan ekonomis pribadinya.

Profesi akuntan publik bisa dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era globalisasi untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu kesiapan yang menyangkut profesionalisme mensyaratkan hal utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota profesi yaitu: keahlian, berpengetahuan dan berkarakter. Dalam kenyataannya, banyak akuntan yang tidak memahami kode etik profesinya sehingga dalam prakteknya mereka banyak melanggar kode etik. Hal ini menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap profesi akuntansi. Kondisi ini diperburuk dengan adanya perilaku beberapa akuntan yang sengaja melanggar kode etik profesinya demi memenuhi kepentingan mereka sendiri.

Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya, tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.

Kasus PT Great River International, Tbk di atas, yang melibatkan akuntan publik Justinus Aditya Sidharta, dianggap telah menyalahi aturan mengenai kode etik profesi akuntan, terutama yang berkaitan dengan integritas dan objektivitas. Akuntan publik Justinus Aditya Sidharta dianggap telah melakukan tindak kebohongan publik, dimana dia tidak melaporkan kondisi keuangan PT Great River International, Tbk secara jujur.

Menurut pengertiannya, integritas dapat berarti kepatuhan terhadap nilai-nilai moral, prinsip-prinsip, serta nilai-nilai lainnya yang terdapat dalam masyarakat pada umumnya. Pelanggaran integritas berarti seseorang telah melanggar aturan-aturan yang telah disepakati secara umum. Sedangkan objektivitas merupakan pernyataan jujur dan apa adanya terhadap suatu hal. Pelanggaran objektivitas menunjukkan bahwa seseorang telah berani melakukan tindak kebohongan / kecurangan dalam melakukan suatu hal. Kedua nilai ini, bersama dengan independensi, merupakan nilai dasar yang harus dimiliki oleh seorang akuntan publik agar seorang akuntan publik dapat menghasilkan suatu laporan yang sifatnya akurat dan dapat dipercaya. Tanpa adanya nilai-nilai dasar tersebut, seorang akuntan publik tidak ada bedanya dengan seorang penjahat yang tidak bermoral.



Sumber :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar