Rabu, 14 Oktober 2015

Perilaku Etika Dalam Proses Akuntansi

Nama     : Ayu Putrisari
Npm      : 21212291
Kelas     : 4EB19
             



I.  Akuntansi Sebagai Profesi & Peran Akuntan

Yang dimaksud dengan profesi akuntan adalah semua bidang pekerjaan yang mempergunakan keahlian di bidang akuntansi, termasuk bidang pekerjaan akuntan publik, akuntan intern yang bekerja pada perusahaan industri, keuangan atau dagang, akuntan yang bekerja di pemerintah, dan akuntan sebagai pendidik.

Dalam arti sempit, profesi akuntan adalah lingkup pekerjaan yang dilakukan oleh akuntan sebagai akuntan publik yang lazimnya terdiri dari pekerjaan audit, akuntansi, pajak dan konsultan manajemen. Peran akuntan dalam perusahaan tidak bisa terlepas dari penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) dalam perusahaan.

Akuntan sebagai suatu profesi dituntut untuk mengikuti perkembangan dunia yang semakin maju. Profesi akuntan Indonesia di masa yang akan datang menghadapi tantangan yang semakin sulit, terutama jika dikaitkan dengan berlakunya kesepakatan Internasional mengenai pasar bebas. Profesi akuntan Indonesia harus menanggapi tantangan tersebut secara kritis khususnya mengenai keterbukaan pasar jasa yang berarti akan memberikan peluang yang besar sekaligus memberikan tantangan yang semakin berat.

Menurut Machfoedz (1997), profesionalisme suatu profesi mensyaratkan tiga hal utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota profesi tersebut, yaitu:
-       Keahlian (skill),
-       Karakter (character), dan
-       Pengetahuan (knowledge)

Peran akuntan antara lain :
1. Akuntan Publik (Public Accountants)
Akuntan publik atau juga dikenal dengan akuntan eksternal adalah akuntan independen yang memberikan jasa-jasanya atas dasar pembayaran tertentu.
2. Akuntan Intern (Internal Accountant)
Akuntan intern adalah akuntan yang bekerja dalam suatu perusahaan atau organisasi. Akuntan intern ini disebut juga akuntan perusahaan atau akuntan manajemen.  Jabatan tersebut yang dapat diduduki mulai dari Staf biasa sampai dengan Kepala Bagian Akuntansi atau Direktur Keuangan. tugas mereka adalah menyusun sistem akuntansi, menyusun laporan keuangan kepada pihak-pihak eksternal, menyusun laporan keuangan kepada pemimpin perusahaan, menyusun anggaran, penanganan masalah perpajakan dan pemeriksaan intern.
3. Akuntan Pemerintah (Government Accountants)
Akuntan pemerintah adalah akuntan yang bekerja pada lembaga-lembaga pemerintah, contohnya, dikantor Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan Badan Pengawas Keuangan (BPK).
4. Akuntan Pendidik
Akuntan pendidik adalah akuntan yang bertugas dalam pendidikan akuntansi, melakukan penelitian dan pengembangan akuntansi, mengajar, dan menyusun kurikulum pendidikan akuntansi di perguruan tinggi.

II.          Ekpetasi

Masyarakat umumnya mempersepsikan akuntan sebagai orang yang profesional dibidang akuntansi. Ini berarti bahwa mereka mempunyai sesuatu kepandaian yang lebih dibidang ini dibandingkan dengan orang awam. Selain itu masyarakat pun berharap bahwa para akuntan mematuhi standar dan tata nilai yang berlaku dilingkungan profesi akuntan, sehingga masyarakat dapat mengandalkan kepercayaannya terhadap pekerjaan yang diberikan. 

Dengan demikian unsur kepercayaan memegang peranan yang sangat penting dalam hubungan antara akuntan dan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam hal ini, seorang akuntan dipekerjakan oleh sebuah organisasi atau KAP, tidak akan ada undang-undang atau kontrak tanggung jawab terhadap pemilik perusahaan atau publik. Walaupun demikian, sebagaimana tanggung jawabnya pada atasan, akuntan professional publik mengekspektasikannya untuk mempertahankan nilai-nilai kejujuran, integritas, objektivitas, serta pentingannya akan hak dan kewajiban dalam perusahaan.

III. Nilai-Nilai Etika Vs Teknik Akuntansi/Auditing

Nilai-nilai Etika :
– Integritas: setiap tindakan dan kata-kata pelaku profesi menunjukan sikap transparansi,
kejujuran dan konsisten.
– Kerjasama: mempunyai kemampuan untuk bekerja sendiri maupun dalam tim
– Inovasi: pelaku profesi mampu memberi nilai tambah pada pelanggan dan proses kerja
dengan metode baru.
– Simplisitas: pelaku profesi mampu memberikan solusi pada setiap masalah yang timbul, dan masalah yang kompleks menjadi lebih sederhana.

Teknik akuntansi adalah aturan-aturan khusus yang diturunkan dari prinsip-prinsip akuntan yang menerangkan transaksi-transaksi dan kejadian-kejadian tertentu yang dihadapi oleh entitas akuntansi tersebut.

IV. Perilaku Etika Dalam Pemberian Jasa Akuntan Publik

Masyarakat, kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas serta tidak memihak terhadap informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan. Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, antara lain :

a.    Jasa Assurance
Jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan.

b.   Jasa Atestasi 
Terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material dan kriteria yang telah ditetapkan.

c.    Jasa Non Assurance 
Jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Setiap profesi yang menyediakan jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota profesinya.



Contoh Kasus Perilaku Etika dalam Proses Akuntansi :
           
“Malinda Memalsukan Tandatangan Nasabah”

Malinda Dee, 47 tahun, Terdakwa atas kasus pembobolan dana Citibank, terbukti diketahui memindahkan beberapa dana nasabah dengan memalsukan tandatangan nasabah didalam formulir transfer. Kejadian ini terungkap didalam dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam sidang perdana di PN Jakarta Selatan, Selasa [8/11/2011]. "Sebagian tandatangan yang tertera pada blangko formulir transfer adalah tanda-tangan nasabah." ujar Tatang Sutarma, Jaksa Penuntut Umum.

Malinda berhasil memalsukan tandatangan Rohli bin Pateni. Pemalsuan dilakukan hingga 6 kali pada formulir transfer Citibank nomor AM 93712 yang bernilai 150.000 dollar AS pada tanggal 31 Agustus 2010. Pemalsuan tanda tangan dilakukan juga di formulir nomor AN 106244 yang dikirim ke PT. Eksklusif Jaya Perkasa sebesar Rp. 99 juta. Dalam transaksi transfer ini, Malinda  dee menulis "Pembayaran Bapak Rohli untuk pembayaran interior", pada kolom pesan.

Pemalsuan tanda tangan yang lain pada formulir nomor AN 86515 tanggal 23 Desember 2010 dengan penerima PT. Abadi Agung Utama. "Penerima Bank Artha Graha senilai Rp. 50 juta dan pada kolom pesan tertulis DP pembelian unit 3 lantai 33 combin unit". Juga dengan menggunakan nama serta tanda-tangan palsu Rohli, Malinda Dee mengirim uang sebesar Rp. 250 juta pada formulir AN 86514 kepada PT. Samudera Asia Nasional tanggal 27 December 2010 dan AN 61489 sebesar nilai yang sama pada tanggal 26 January 2011. Pemalsuan dalam formulir AN 134280 pengiriman kepada Rocky Deany C. Umbas senilai Rp. 50 juta tanggal 28 January 2011 pembayaran pemasangan CCTV, milik Rohli.

Adapun tanda-tangan palsu beratas nama korban N. Susetyo Sutadji dilakukan sebanyak 5 kali, yaitu dalam formulir Citibank No AJ 79026, AM 122339, AM 122330, AM 122340, dan juga AN 110601. Malinda mengirim uang senilai Rp. 2 miliar kepada PT. Sarwahita Global Management, Rp. 361 juta kepada PT. Yafriro International, Rp. 700 juta kepada Leonard Tambunan. Dan 2 transaksi yang lain sebesar Rp. 500 juta dan Rp 150 juta dikirimkan kepada Vigor AW. Yoshuara secara berurutan.

"Hal ini telah sesuai dengan keterangan saksi Rohli dan N. Susetyo Sutadji dan saksi Surjati T. Budiman serta telah sesuai BAP (Berita Acara Pemeriksaan) Labaratoris Kriminalistis Bareskrim Polri." jelasnya. Pengiriman uang serta pemalsuan tanda-tangan ini tidak  di sadari oleh ke-2 nasabah tersebut.  


Sumber :



Ethical Governance

Nama     : Ayu Putrisari
Npm      : 21212291
Kelas     : 4EB19
             



I.  Governance System

Ethical Governance (Etika Pemerintahan) adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical Governance terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya.

Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Misalnya : mencintai orang tua, guru, pemimpin dan lain-lain. Disamping itu kesusilaan melarang orang berbuat kejahatan seperti mencuri, berbuat cabul dan lain-lain.

Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam pergaulan sehari-hari bermasyarakat, berpemerintahan dan lain-lain.

v Governance System merupakan suatu tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan yang terdiri dari 4 (empat) unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :

a. Commitment on Governance
Commitment on Governance adalah komitmen untuk menjalankan perusahaan. Dalam hal ini adalah dalam bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
- Undang Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
- Undang Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo Undang Undang No. 10 Tahun 1998.

b. Governance Structure
Governance Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku. Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
-          Peraturan Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tanggal 20-09-1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank.
-          Peraturan Bank Indonesia No. 2/27/PBI/2000 tanggal 15-12-2000 tentang Bank Umum.
-          Peraturan Bank Indonesia No. 5/25/PBI/2003 tanggal 10-11-2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).

c. Governance Mechanism
Governance Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan. Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini (antara lain) adalah :
- Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19-05-2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
- Peraturan Bank Indonesia No. 5/12/PBI/2003 tentang Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum bagi Bank.
- Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12-04-2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
- Peraturan Bank Indonesia No. 6/25/PBI/2004 tanggal 22-10-2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum.
- Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/2/PBI/2006 tanggal 30-01-2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
- Peraturan Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/13/PBI/2006 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
- Peraturan Bank Indonesia No. 7/37/PBI/2004 tanggal 17-07-2003 tentang Posisi Devisa Netto Bank Umum.

d. Governance Outcomes
Governance Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut. Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
- Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13-12-2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.

II.          Budaya Etika

Pengertian Budaya
Budaya menjelaskan cara kolektif hidup, atau cara melakukan sesuatu. Budaya adalah jumlah sikap, nilai-nilai, tujuan, dan praktek bersama oleh individu dalam kelompok, organisasi, atau masyarakat. Budaya bervariasi selama periode waktu, antara negara dan wilayah geografis, dan di antara kelompok-kelompok dan organisasi. Budaya mencerminkan keyakinan moral dan etika dan standar yang berbicara kepada bagaimana orang harus bersikap dan berinteraksi dengan orang lain.

Pengertian Etika
Etika berkaitan dengan masalah nilai, karena etika pada pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai susila, atau tidak susila, baik dan buruk.
Jadi, Budaya Etika adalah perilaku yang etis. Memberikan Gambaran mengenai perusahaan yang mencerminkan kepribadian para pimpinannya. Penerapan budaya etika dilakukan secara top-down.

III. Mengembangkan Struktur Etika Korporasi

Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri.

Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).

IV. Kode Perilaku Korporasi ( Corporate Code of conduct)

Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan sistem nilai, etika bisnis, etika kerja, komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders. Salah satu contoh perusahaan yang menerapkan kode perilaku korporasi (corporate code of conduct) adalah sebagai berikut: Workshop dan Sosialisasi.

Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan.

Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunikasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.

V.   Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi

Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan evaluasi “Tahap Awal” (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.


Contoh Kasus Ethical Governance :

“Pelangaran Ethical Governance Merangkap Jabatan”

  Masalah pelanggaran etika sebenarnya dilakukan oleh pribadi seseorang karena pemikiran indivual dan dorongan pribadi yang egois tanpa menghiraukan keadaan dan kondisi yang harus di jalani. Dalam kaitannya dengan pemerintahan selalu terjadi tindakan indisipliner dari pegawai dipemerintahan kita saat ini. Padahal sebelum mereka mengemban jabatan dan tanggungjawab dari pemerintahan di negara ini.

Sumpah yang di ucapkan oleh pegawai saat di lantik sebagai pegawai sebagai acuan awal dan dasar bertindak maupun berkelakuan hendaknya di jalani dengan sungguh – sungguh karena saat mengucapkan sumpah merupakan janji terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Pegawai pemerintah hendaknya memiliki jabatan sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan memegang satu jabatan saja dalam pemerintahan. Ini memiliki tujuan bagi profesionalitas dan netralitas kerja pegawai pemerintahan.

Apabila seseorang bekerja pada porsi yang lebih maka di ketahui akan bekerja dengan tidak efektif dan banyak kendala yang akan di hadapi nantinya. Hal ini tertulis dalam UU Kepewaian Nomor 43 tahun 1999 “Apabila seseorang telah memegang satu jabatan akan di takutkan akan memiliki kesempatan yang lebih luas lagi dalam melakukan tindak nepotisme di pemerintahan dan membuat masyarakat sipil yang memiliki kualifikasi yang sesuai tidak memliki kesempatan untuk menjadi aparat pemerintahan”.

Dan hal ini akan menjadikan negara tidak berjalan secara efektif dan profesional sebagai mana mestinya. Dalam UU Nomor 3 tahun 2005 di jelaskan sebagaimana “ Seorang pejabat daerah di larang memiliki jabatan lain di organisasi pemerintahan”. Tetapi saat ini terlihat bahwasannya pemerintah tidak menindak tegas pelanggaran etika ini.

Mungkin saja ini dikarenakan adanya kekurangan personil atau juga adanya main mata dari beberapa pihak dan terhadap pelanggar tersebut. Seharusnya hal ini harus di selesaikan karena akan berakibat buruk terhadap jalannya pemerintahan akan semakin rumit dan tidak jelas. Dari hal seperti inilah pemerintahan akan menjadi lebih buruk lagi dan dinilai masyarakat bahwa pegawai pemerintaha itu rakus jabatan atau juga rakus kekuasan.

Darmin Nasution, Anwar Suprijadi, dan sejumlah pejabat tinggi Departemen Keuangan, yang mundur dari jabatan komisaris badan usaha milik negara, pantas jadi contoh. Di saat para pejabat ”Berebut” kursi komisaris dengan penghasilan besar, mereka justru pamit mundur.

Sikap terpuji itu perlu ditiru pejabat lain, bukan hanya di Departemen Keuangan. Apalagi aturan sudah tegas menyatakan pegawai negeri sipil yang memangku jabatan struktural tidak boleh merangkap jabatan, termasuk jabatan fungsional. Sanksi pun di atas kertas bermacam, mulai hukuman pelanggaran etika pegawai, sumpah jabatan, bahkan hingga ancaman pemecatan.

Memang tak gampang mewujudkan birokrasi pemerintah yang bersih dan efisien. Tapi bukan tak ada cara mencapainya. Dalam urusan komisaris badan usaha milik negara, misalnya, sistem rekrutmen harus dibenahi. Publik perlu diberi kesempatan mengisi jabatan itu melalui seleksi ketat oleh tim independen. Maka, yang akan lolos adalah orang yang kompeten dan punya reputasi baik, meskipun bukan berasal dari birokrasi. Dia punya kemampuan tinggi, bukan sekadar pajangan untuk menakut-nakuti direksi dan jajaran badan usaha.

Kepada pejabat yang masih doyan mengoleksi jabatan diimbau agar memilih salah satu saja. Honor memang akan berkurang, tapi ia sudah menyumbang besar bagi negara ini yaitu berperan dalam menyokong reformasi birokrasi. Tanpa perubahan perilaku birokrasi, percayalah, Indonesia hanya akan berjalan di tempat.

Sumber :




Pelaku Etika Dalam Bisnis

Nama     : Ayu Putrisari
Npm       : 21212291
Kelas     : 4EB19
             





I.  Lingkungan Bisnis Yang Mempengaruhi Prilaku Etika

Tujuan dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang. Untuk melakukan itu, penting menyadari bahwa semua karyawan dan kinerja mereka serta perilaku mereka berkontribusi pada kesuksesan perusahaan. Perilaku karyawan bagaimanapun dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis. Pemilik usaha kecil perlu menyadari berbagai faktor untuk melihat perubahan perilaku karyawan yang dapat menyebabkan timbulnya masalah.

II.          Kesaling-Ketergantungan Antara Bisnis & Masyarakat

Mungkin ada sebagian masyarakat yang belum mengetahui apa artinya etika dalam berbisnis. Sebagian dari masyarakat berasumsi dalam berbisnis tidak perlu menggunakan etika, karena urusan etika hanya diterapkan dalam kehidupan bermasyarakat, yang memiliki kultur budaya yang kuat. Tetapi pada kenyataannya etika tetap saja masih berlaku dan banyak diterapkan di masyarakat itu sendiri. Dalam berbisnis, Perusahaan merupakan sebuah organisasi yang memiliki struktur yang cukup jelas dalam pengelolaannya. Ada banyak interaksi antar pribadi maupun institusi yang ikut serta di dalamnya.

Dengan begitu kecenderungan untuk terjadinya konflik dan adanya penyelewengan sangat mungkin terjadi. Baik dalam tataran manajemen ataupun personal dalam setiap team, maupun hubungan perusahaan dengan lingkungan sekitar. Untuk itu etika diperlukan sebagai kontrol atas kebijakan, demi kepentingan perusahaan itu sendiri  Oleh sebab itu kewajiban perusahaan adalah mengejar berbagai sasaran jangka panjang yang baik bagi masyarakat.

III. Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika

Para pelaku bisnis diharapkan dapat mengaplikasikan etika bisnis dalam menjalankan usahanya. Dengan adanya etika bisnis yang baik dari suatu usaha diharapkan akan memberikan suatu nilai yang positif untuk perusahaannya. Hal ini sangatlah penting dami meningkatkan ataupun melindungi reputasi perusahaan tersebut. Sehingga bisnis yang dijalankan dapat berjalan dengan baik, bahkan dapat meningkatkan cangkupan bisnis yang terkait.

Etika di dalam bisnis sudah tentu harus disepakati oleh orang-orang yang berada dalam kelompok bisnis serta kelompok yang terkait lainnya. Hal ini diperlukan karena hubungan yang ada tidak hanya menyangkut hubungan antara pengusaha dengan pengusaha, tetapi mempunyai kaitan secara emosional. Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain adalah :
a. Pengendalian diri
b. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial
c. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan TI.
d. Menciptakan persaingan yang sehat
e. Menerapkan konsep "Pembangunan Berkelanjutan"
f. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan Komisi)
g. Mampu menyatakan yang benar itu benar
h. Menumbuhkan sikap saling percaya
i. Konsekuen dan Konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama.

IV.    Perkembangan Dalam Etika & Bisnis

Berikut perkembangan etika bisnis :
1. Situasi Dahulu
   Pada awal sejarah filsafat : Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur.

2. Masa Peralihan : Tahun 1960-an
Ditandai pemberontakan terhadap kuasa dan otoritas di Amerika Serikat (AS), revolusi mahasiswa (di Ibukota Perancis), penolakan terhadap establishment (kemapanan). Hal ini memberi perhatian pada dunia pendidikan khususnya manajemen, yaitu dengan menambahkan mata kuliah baru dalam kurikulum dengan nama Business and Society. Topik yang paling sering dibahas adalah corporate social responsibility.

3. Etika Bisnis Lahir di AS: Tahun 1970-an
   Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis. Dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis di AS.

4. Etika Bisnis Meluas ke Eropa : Tahun 1980-an
   Di Eropa Barat, etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira-kira 10 tahun kemudian. Terdapat forum pertemuan antara akademisi dari universitas serta sekolah bisnis yang disebut European Business Ethics Network (EBEN).

5. Etika Bisnis menjadi Fenomena Global : Tahun 1990-an
    Tidak terbatas lagi pada dunia Barat, Etika bisnis sudah dikembangkan di seluruh dunia. Telah didirikan International Society for Business, Economics, and Ethics (ISBEE) pada 25-28 Juli 1996 di Tokyo.

V.      Etika Bisnis & Akuntan

Profesi Akuntan publik bisa dikatakan sebagai salah satu profesi kunci di era globalisasi untuk mewujudkan era transparansi bisnis yang fair, oleh karena itu kesiapan yang menyangkut profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus dipunyai oleh setiap anggota profesi yaitu : keahlian, berpengetahuan dan berkarakter.

Dalam kenyataannya, banyak akuntan yang tidak memahami kode etik profesinya sehingga dalam prakteknya mereka banyak melanggar kode etik. Hal ini menyebabkan menurunnya tingkat kepercayaan publik terhadap profesi akuntansi. Kondisi ini diperburuk dengan adanya perilaku beberapa akuntan yang sengaja melanggar kode etik profesinya demi memenuhi kepentingan mereka sendiri.

Dalam menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi dan juga dengan masyarakat. Kasus Enron, Xerok, Merck, Vivendi Universal dan bebarapa kasus serupa lainnya telah membuktikan bahwa etika sangat diperlukan dalam bisnis. Tanpa etika di dalam bisnis, maka perdaganan tidak akan berfungsi dengan baik.

Contoh Kasus Etika Bisnis :

“Pembasmi Nyamuk HIT Mengandung Zat Berbahaya”

PT. Megarsari Makmur sudah melakukan perbuatan yang sangat merugikan dengan tetap meluncurkan produk mereka yaitu “HIT”. Didalamnya terdapat 2 zat berbahaya yaitu Propoxur dan Diklorvos. 2 zat ini berakibat buruk bagi manusia, antara lain : keracunan terhadap darah, gangguan syaraf, gangguan pernapasan, gangguan terhadap sel pada tubuh, kanker hati dan kanker lambung. Obat anti-nyamuk HIT yang dinyatakan berbahaya yaitu jenis HIT 2,1 A (jenis semprot) dan HIT 17 L (cair isi ulang).

Meskipun perusahaan sudah melakukan permintaan maaf dan berjanji menarik produknya, Namun permintaan  maaf itu hanyalah sebuah klise dan penarikan produk tersebut tidak di lakukan secara sungguh –sungguh karena produk tersebut masih ada dipasaran.

Pelanggaran Prinsip Etika Bisnis yang dilakukan oleh PT. Megarsari Makmur yaitu Prinsip Kejujuran dimana perusahaan tidak memberikan peringatan kepada konsumennya mengenai kandungan yang ada pada produk mereka yang sangat berbahaya untuk kesehatan dan perusahaan juga tidak memberi tahu penggunaan dari produk tersebut yaitu setelah suatu ruangan disemprot oleh produk HIT itu semestinya ditunggu 30 menit terlebih dahulu baru kemudian dapat dimasuki /digunakan .

Jika dilihat menurut UUD, PT Megarsari Makmur sudah melanggar beberapa pasal, antara lain :
1. Pasal 4, hak konsumen adalah :
Ayat 1 : “Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”
Ayat 3 : “Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa”
2. Pasal 7, kewajiban pelaku usaha adalah :
Ayat 2 : “Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan”
3. Pasal 8
Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan”
Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran
4. Pasal 19 :
Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan”
Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku”
Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi”

Menurut pasal tersebut, PT Megarsari harus memberikan ganti rugi kepada konsumen karena telah merugikan para konsumen

Melakukan apa saja untuk mendapatkan keuntungan pada dasarnya boleh dilakukan asal tidak merugikan pihak mana pun dan tentu saja pada jalurnya. Disini perusahaan seharusnya lebih mementingkan keselamatan konsumen yang menggunakan produknya karena dengan meletakkan keselamatan konsumen diatas kepentingan perusahaan maka perusahaan itu sendiri akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar karena kepercayaan / loyalitas konsumen terhadap produk itu sendiri.




Sumber :