Rabu, 14 Oktober 2015

Ethical Governance

Nama     : Ayu Putrisari
Npm      : 21212291
Kelas     : 4EB19
             



I.  Governance System

Ethical Governance (Etika Pemerintahan) adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical Governance terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya.

Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Misalnya : mencintai orang tua, guru, pemimpin dan lain-lain. Disamping itu kesusilaan melarang orang berbuat kejahatan seperti mencuri, berbuat cabul dan lain-lain.

Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam pergaulan sehari-hari bermasyarakat, berpemerintahan dan lain-lain.

v Governance System merupakan suatu tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan yang terdiri dari 4 (empat) unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :

a. Commitment on Governance
Commitment on Governance adalah komitmen untuk menjalankan perusahaan. Dalam hal ini adalah dalam bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
- Undang Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
- Undang Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo Undang Undang No. 10 Tahun 1998.

b. Governance Structure
Governance Structure adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku. Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
-          Peraturan Bank Indonesia No. 1/6/PBI/1999 tanggal 20-09-1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan dan Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank.
-          Peraturan Bank Indonesia No. 2/27/PBI/2000 tanggal 15-12-2000 tentang Bank Umum.
-          Peraturan Bank Indonesia No. 5/25/PBI/2003 tanggal 10-11-2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper Test).

c. Governance Mechanism
Governance Mechanism adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan. Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini (antara lain) adalah :
- Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19-05-2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
- Peraturan Bank Indonesia No. 5/12/PBI/2003 tentang Kewajiban Pemenuhan Modal Minimum bagi Bank.
- Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12-04-2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
- Peraturan Bank Indonesia No. 6/25/PBI/2004 tanggal 22-10-2004 tentang Rencana Bisnis Bank Umum.
- Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/2/PBI/2006 tanggal 30-01-2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
- Peraturan Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No. 8/13/PBI/2006 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
- Peraturan Bank Indonesia No. 7/37/PBI/2004 tanggal 17-07-2003 tentang Posisi Devisa Netto Bank Umum.

d. Governance Outcomes
Governance Outcomes adalah hasil dari pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut. Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
- Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13-12-2001 tentang Transparansi Kondisi Keuangan Bank.

II.          Budaya Etika

Pengertian Budaya
Budaya menjelaskan cara kolektif hidup, atau cara melakukan sesuatu. Budaya adalah jumlah sikap, nilai-nilai, tujuan, dan praktek bersama oleh individu dalam kelompok, organisasi, atau masyarakat. Budaya bervariasi selama periode waktu, antara negara dan wilayah geografis, dan di antara kelompok-kelompok dan organisasi. Budaya mencerminkan keyakinan moral dan etika dan standar yang berbicara kepada bagaimana orang harus bersikap dan berinteraksi dengan orang lain.

Pengertian Etika
Etika berkaitan dengan masalah nilai, karena etika pada pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai susila, atau tidak susila, baik dan buruk.
Jadi, Budaya Etika adalah perilaku yang etis. Memberikan Gambaran mengenai perusahaan yang mencerminkan kepribadian para pimpinannya. Penerapan budaya etika dilakukan secara top-down.

III. Mengembangkan Struktur Etika Korporasi

Membangun entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri.

Penerapan ini diharapkan etika dapat menjadi “hati nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung, tetapi juga peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang berkepentingan (stakeholders).

IV. Kode Perilaku Korporasi ( Corporate Code of conduct)

Code of Conduct adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan sistem nilai, etika bisnis, etika kerja, komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi dengan stakeholders. Salah satu contoh perusahaan yang menerapkan kode perilaku korporasi (corporate code of conduct) adalah sebagai berikut: Workshop dan Sosialisasi.

Pengelolaan perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau etika. Code of Conduct merupakan pedoman bagi seluruh pelaku bisnis dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan pihak-pihak lainnya yang berkepentingan.

Pembentukan citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunikasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam code of conduct.

V.   Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi

Evaluasi terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan evaluasi “Tahap Awal” (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.


Contoh Kasus Ethical Governance :

“Pelangaran Ethical Governance Merangkap Jabatan”

  Masalah pelanggaran etika sebenarnya dilakukan oleh pribadi seseorang karena pemikiran indivual dan dorongan pribadi yang egois tanpa menghiraukan keadaan dan kondisi yang harus di jalani. Dalam kaitannya dengan pemerintahan selalu terjadi tindakan indisipliner dari pegawai dipemerintahan kita saat ini. Padahal sebelum mereka mengemban jabatan dan tanggungjawab dari pemerintahan di negara ini.

Sumpah yang di ucapkan oleh pegawai saat di lantik sebagai pegawai sebagai acuan awal dan dasar bertindak maupun berkelakuan hendaknya di jalani dengan sungguh – sungguh karena saat mengucapkan sumpah merupakan janji terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Pegawai pemerintah hendaknya memiliki jabatan sesuai dengan kualifikasi pendidikan dan memegang satu jabatan saja dalam pemerintahan. Ini memiliki tujuan bagi profesionalitas dan netralitas kerja pegawai pemerintahan.

Apabila seseorang bekerja pada porsi yang lebih maka di ketahui akan bekerja dengan tidak efektif dan banyak kendala yang akan di hadapi nantinya. Hal ini tertulis dalam UU Kepewaian Nomor 43 tahun 1999 “Apabila seseorang telah memegang satu jabatan akan di takutkan akan memiliki kesempatan yang lebih luas lagi dalam melakukan tindak nepotisme di pemerintahan dan membuat masyarakat sipil yang memiliki kualifikasi yang sesuai tidak memliki kesempatan untuk menjadi aparat pemerintahan”.

Dan hal ini akan menjadikan negara tidak berjalan secara efektif dan profesional sebagai mana mestinya. Dalam UU Nomor 3 tahun 2005 di jelaskan sebagaimana “ Seorang pejabat daerah di larang memiliki jabatan lain di organisasi pemerintahan”. Tetapi saat ini terlihat bahwasannya pemerintah tidak menindak tegas pelanggaran etika ini.

Mungkin saja ini dikarenakan adanya kekurangan personil atau juga adanya main mata dari beberapa pihak dan terhadap pelanggar tersebut. Seharusnya hal ini harus di selesaikan karena akan berakibat buruk terhadap jalannya pemerintahan akan semakin rumit dan tidak jelas. Dari hal seperti inilah pemerintahan akan menjadi lebih buruk lagi dan dinilai masyarakat bahwa pegawai pemerintaha itu rakus jabatan atau juga rakus kekuasan.

Darmin Nasution, Anwar Suprijadi, dan sejumlah pejabat tinggi Departemen Keuangan, yang mundur dari jabatan komisaris badan usaha milik negara, pantas jadi contoh. Di saat para pejabat ”Berebut” kursi komisaris dengan penghasilan besar, mereka justru pamit mundur.

Sikap terpuji itu perlu ditiru pejabat lain, bukan hanya di Departemen Keuangan. Apalagi aturan sudah tegas menyatakan pegawai negeri sipil yang memangku jabatan struktural tidak boleh merangkap jabatan, termasuk jabatan fungsional. Sanksi pun di atas kertas bermacam, mulai hukuman pelanggaran etika pegawai, sumpah jabatan, bahkan hingga ancaman pemecatan.

Memang tak gampang mewujudkan birokrasi pemerintah yang bersih dan efisien. Tapi bukan tak ada cara mencapainya. Dalam urusan komisaris badan usaha milik negara, misalnya, sistem rekrutmen harus dibenahi. Publik perlu diberi kesempatan mengisi jabatan itu melalui seleksi ketat oleh tim independen. Maka, yang akan lolos adalah orang yang kompeten dan punya reputasi baik, meskipun bukan berasal dari birokrasi. Dia punya kemampuan tinggi, bukan sekadar pajangan untuk menakut-nakuti direksi dan jajaran badan usaha.

Kepada pejabat yang masih doyan mengoleksi jabatan diimbau agar memilih salah satu saja. Honor memang akan berkurang, tapi ia sudah menyumbang besar bagi negara ini yaitu berperan dalam menyokong reformasi birokrasi. Tanpa perubahan perilaku birokrasi, percayalah, Indonesia hanya akan berjalan di tempat.

Sumber :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar