Nama :
Ayu Putrisari
Npm :
21212291
Kelas : 4EB19
I. Governance System
Ethical
Governance (Etika Pemerintahan)
adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai
keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical Governance
terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur,
struktur dan lembaganya.
Kesusilaan adalah peraturan hidup yang berasal
dari suara hati manusia. Misalnya : mencintai orang tua, guru, pemimpin dan
lain-lain. Disamping itu kesusilaan melarang orang berbuat kejahatan seperti
mencuri, berbuat cabul dan lain-lain.
Kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul
karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam pergaulan sehari-hari
bermasyarakat, berpemerintahan dan lain-lain.
v Governance
System merupakan suatu tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan yang
terdiri dari 4 (empat) unsur yang tidak dapat terpisahkan, yaitu :
a.
Commitment on Governance
Commitment on Governance
adalah komitmen untuk menjalankan perusahaan. Dalam hal ini adalah dalam bidang
perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
-
Undang Undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
-
Undang Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan jo Undang Undang No. 10 Tahun
1998.
b. Governance Structure
Governance Structure
adalah struktur kekuasaan berikut persyaratan pejabat yang ada di bank sesuai
dengan yang dipersyaratkan oleh peraturan perundangan yang berlaku. Dasar
peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
-
Peraturan Bank Indonesia No.
1/6/PBI/1999 tanggal 20-09-1999 tentang Penugasan Direktur Kepatuhan dan
Penerapan Standar Pelaksanaan Fungsi Audit Intern Bank.
-
Peraturan Bank Indonesia No.
2/27/PBI/2000 tanggal 15-12-2000 tentang Bank Umum.
-
Peraturan Bank Indonesia No.
5/25/PBI/2003 tanggal 10-11-2003 tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit
and Proper Test).
c. Governance Mechanism
Governance Mechanism
adalah pengaturan mengenai tugas, wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat
bank dalam menjalankan bisnis dan operasional perbankan. Dasar peraturan yang
berkaitan dengan hal ini (antara lain) adalah :
-
Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBI/2003 tanggal 19-05-2003 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum.
-
Peraturan Bank Indonesia No. 5/12/PBI/2003 tentang Kewajiban Pemenuhan Modal
Minimum bagi Bank.
-
Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tanggal 12-04-2004 tentang Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.
-
Peraturan Bank Indonesia No. 6/25/PBI/2004 tanggal 22-10-2004 tentang Rencana
Bisnis Bank Umum.
-
Peraturan Bank Indonesia No. 7/2/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No.
8/2/PBI/2006 tanggal 30-01-2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum.
-
Peraturan Bank Indonesia No. 7/3/PBI/2005 tanggal 20-01-2005 jo PBI No.
8/13/PBI/2006 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank Umum.
-
Peraturan Bank Indonesia No. 7/37/PBI/2004 tanggal 17-07-2003 tentang Posisi
Devisa Netto Bank Umum.
d. Governance Outcomes
Governance Outcomes
adalah hasil dari pelaksanaan GCG baik dari aspek hasil kinerja maupun
cara-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil kinerja tersebut.
Dasar peraturan yang berkaitan dengan hal ini adalah :
-
Peraturan Bank Indonesia No. 3/22/PBI/2001 tanggal 13-12-2001 tentang
Transparansi Kondisi Keuangan Bank.
II.
Budaya Etika
Pengertian Budaya
Budaya menjelaskan cara kolektif hidup, atau cara melakukan
sesuatu. Budaya adalah jumlah sikap, nilai-nilai, tujuan, dan praktek bersama
oleh individu dalam kelompok, organisasi, atau masyarakat. Budaya bervariasi
selama periode waktu, antara negara dan wilayah geografis, dan di antara
kelompok-kelompok dan organisasi. Budaya mencerminkan keyakinan moral dan etika
dan standar yang berbicara kepada bagaimana orang harus bersikap dan
berinteraksi dengan orang lain.
Pengertian Etika
Etika berkaitan dengan masalah nilai, karena etika pada
pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai
susila, atau tidak susila, baik dan buruk.
Jadi,
Budaya Etika adalah perilaku yang etis. Memberikan Gambaran mengenai perusahaan
yang mencerminkan kepribadian para pimpinannya. Penerapan budaya etika
dilakukan secara top-down.
III. Mengembangkan Struktur Etika Korporasi
Membangun
entitas korporasi dan menetapkan sasarannya. Pada saat itulah perlu
prinsip-prinsip moral etika ke dalam kegiatan bisnis secara keseluruhan
diterapkan, baik dalam entitas korporasi, menetapkan sasaran bisnis, membangun
jaringan dengan para pihak yang berkepentingan (stakeholders) maupun dalam proses
pengembangan diri para pelaku bisnis sendiri.
Penerapan
ini diharapkan etika dapat menjadi “hati
nurani” dalam proses bisnis sehingga diperoleh suatu kegiatan bisnis yang
beretika dan mempunyai hati, tidak hanya sekadar mencari untung, tetapi juga
peduli terhadap lingkungan hidup, masyarakat, dan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders).
IV. Kode Perilaku Korporasi ( Corporate Code of conduct)
Code of Conduct
adalah pedoman internal perusahaan yang berisikan sistem nilai, etika bisnis,
etika kerja, komitmen, serta penegakan terhadap peraturan-peraturan perusahaan
bagi individu dalam menjalankan bisnis, dan aktivitas lainnya serta berinteraksi
dengan stakeholders. Salah satu contoh perusahaan yang menerapkan kode perilaku
korporasi (corporate code of conduct) adalah sebagai berikut: Workshop dan Sosialisasi.
Pengelolaan
perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus
diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan moral atau
etika. Code of Conduct merupakan pedoman
bagi seluruh pelaku bisnis dalam bersikap dan berperilaku untuk melaksanakan
tugas sehari-hari dalam berinteraksi dengan rekan sekerja, mitra usaha dan
pihak-pihak lainnya yang berkepentingan.
Pembentukan
citra yang baik terkait erat dengan perilaku perusahaan dalam berinteraksi atau
berhubungan dengan para stakeholder. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin
pada perilaku pelaku bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan
perlu menyatakan secara tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan
standar perilaku yang diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku
bisnisnya. Pernyataan dan pengkomunikasian nilai-nilai tersebut dituangkan
dalam code of conduct.
V. Evaluasi terhadap Kode Perilaku Korporasi
Evaluasi
terhadap kode perilaku korporasi dapat dilakukan dengan evaluasi “Tahap Awal” (Diagnostic Assessment) dan penyusunan pedoman-pedoman. Pedoman Good
Corporate Governance disusun dengan bimbingan dari Tim BPKP dan telah diresmikan pada tanggal 30 Mei 2005.
Contoh Kasus Ethical
Governance :
“Pelangaran Ethical
Governance Merangkap Jabatan”
Masalah pelanggaran etika sebenarnya dilakukan oleh pribadi
seseorang karena pemikiran indivual dan dorongan pribadi yang egois tanpa
menghiraukan keadaan dan kondisi yang harus di jalani. Dalam kaitannya
dengan pemerintahan selalu terjadi tindakan indisipliner dari pegawai
dipemerintahan kita saat ini. Padahal sebelum mereka mengemban jabatan dan
tanggungjawab dari pemerintahan di negara ini.
Sumpah yang di ucapkan oleh pegawai saat di lantik sebagai
pegawai sebagai acuan awal dan dasar bertindak maupun berkelakuan hendaknya di
jalani dengan sungguh – sungguh karena saat mengucapkan sumpah merupakan janji
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Pegawai pemerintah hendaknya memiliki jabatan sesuai dengan
kualifikasi pendidikan dan memegang satu jabatan saja dalam pemerintahan. Ini
memiliki tujuan bagi profesionalitas dan netralitas kerja pegawai pemerintahan.
Apabila seseorang bekerja pada porsi yang lebih maka di
ketahui akan bekerja dengan tidak efektif dan banyak kendala yang akan di
hadapi nantinya. Hal ini tertulis dalam UU
Kepewaian Nomor 43 tahun 1999 “Apabila seseorang telah memegang satu
jabatan akan di takutkan akan memiliki kesempatan yang lebih luas lagi dalam
melakukan tindak nepotisme di pemerintahan dan membuat masyarakat sipil yang
memiliki kualifikasi yang sesuai tidak memliki kesempatan untuk menjadi aparat
pemerintahan”.
Dan hal ini akan menjadikan negara tidak berjalan secara efektif
dan profesional sebagai mana mestinya. Dalam
UU Nomor 3 tahun 2005 di jelaskan sebagaimana “ Seorang pejabat daerah di
larang memiliki jabatan lain di organisasi pemerintahan”. Tetapi saat ini
terlihat bahwasannya pemerintah tidak menindak tegas pelanggaran etika ini.
Mungkin saja ini dikarenakan adanya kekurangan personil atau
juga adanya main mata dari beberapa pihak dan terhadap pelanggar tersebut.
Seharusnya hal ini harus di selesaikan karena akan berakibat buruk terhadap
jalannya pemerintahan akan semakin rumit dan tidak jelas. Dari hal seperti
inilah pemerintahan akan menjadi lebih buruk lagi dan dinilai masyarakat bahwa
pegawai pemerintaha itu rakus jabatan atau juga rakus kekuasan.
Darmin Nasution, Anwar Suprijadi, dan sejumlah pejabat tinggi
Departemen Keuangan, yang mundur dari jabatan komisaris badan usaha milik
negara, pantas jadi contoh. Di saat para pejabat ”Berebut” kursi komisaris dengan penghasilan besar, mereka justru
pamit mundur.
Sikap terpuji itu perlu ditiru pejabat lain, bukan hanya di
Departemen Keuangan. Apalagi aturan sudah tegas menyatakan pegawai negeri sipil
yang memangku jabatan struktural tidak boleh merangkap jabatan, termasuk
jabatan fungsional. Sanksi pun di atas kertas bermacam, mulai hukuman
pelanggaran etika pegawai, sumpah jabatan, bahkan hingga ancaman pemecatan.
Memang tak gampang mewujudkan birokrasi pemerintah yang
bersih dan efisien. Tapi bukan tak ada cara mencapainya. Dalam urusan komisaris
badan usaha milik negara, misalnya, sistem rekrutmen harus dibenahi. Publik
perlu diberi kesempatan mengisi jabatan itu melalui seleksi ketat oleh tim
independen. Maka, yang akan lolos adalah orang yang kompeten dan punya reputasi
baik, meskipun bukan berasal dari birokrasi. Dia punya kemampuan tinggi, bukan
sekadar pajangan untuk menakut-nakuti direksi dan jajaran badan usaha.
Kepada pejabat yang masih doyan mengoleksi jabatan diimbau
agar memilih salah satu saja. Honor memang akan berkurang, tapi ia sudah
menyumbang besar bagi negara ini yaitu berperan dalam menyokong reformasi
birokrasi. Tanpa perubahan perilaku birokrasi, percayalah, Indonesia hanya akan berjalan di tempat.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar